Reza
menunggu di tempat parkir dengan wajah cemberut. Tania merasa serba salah.
Salahnya juga sih ngurus mading tak kenal waktu. Tadi dia pesan supaya Reza
jangan menunggu. Tapi cowok itu malah nekad menunggunya.
“Sorry
ya, Za, tadi sekalian rapat mading. Kamu mau memaafkan saya kan?” Tania berusaha membujuk. Reza mendengus sambil membuang wajahnya. Lama-lama
Tania kesal juga. Tapi ditahannya. “Za, pulang yuk, nanti
kemalaman.”
Reza menstater motornya kencang. Dengan kecepatan tinggi dia menjalankan
motornya. Tania panik. Takut terjadi kecelakaan di jalan raya. Tapi untunglah mereka tiba selamat di depan rumah Tania.
“Mampir, Za?” Tanya Tania
dengan suara lembut.
“Aku pulang dulu!” Tanpa
memperdulikan tawaran Tania dia meleset dengan kecepatan tinggi.
“Ada apa dengan dia?” Tanya
Mbak Keke yang tengah sibuk dengan koleksi tanamannya.
“Nggak sabar nunggu kamu
ngurus mading?” Tanya Mbak Keke lagi ketika dilihatnya Tania diam saja.
“Biasa.” suara Tania
terdengar tak berdaya. Diteguknya jus jeruk yang tersedia di meja beranda.
Mbak Kekee melongok kearah
adiknya. Kasihan juga melihat wajah mendung Tania. Selalu begitu. Tiap hari
tidak pernah tidak bertengkar. Tidak pernah tidak marahan. Kalupun baikan
itupun karena usaha Tania. Yang rajin menelponnya atau yang ngajak bicara duluan
jika bertemu di sekolah.
Tania sedang sibuk mengerjakan
tugas Geometri ketika Mabak Tania berteriak bahwa Reza menelponnya.
“Hallo, Nia, besok sepulang
sekolah temani saya cari buku ke Gramedia.”
“Tapi Za, tapi saya latihan nari
untuk Malam Amal bulan depan. Sebetulnya saya ingin sekali menemani kamu tapi…”
“Ya, Udah!” Klik! Reza membanting telepon di seberang sana.
Dengan lesu Tania duduk di
depan TV. Mbak Keke meliriknya. Tapi dia tidak berkata apa-apa. Dibiarkan adik
semata wayangnya merenung.
Sehabis sholat Isya Tania nekat menelpon Reza.
“Za, saya jadi menemani kamu.
Di tunggu besok sepulang sekolah.”
Reza tidak berkta aa-apa.
Ditutupnya horn telpon.
Besoknya dia menemui Linda,
sie kesenian Malam Amal.
“Saya enggak bisa latihan dulu
ya, Lin Hmm…Mama saya ngajak kedokter.”
Linda menatap Tania
lekat-lekat. Dia tahu Tania berbohong.
“Karena Reza kan?”
Tania bingung. Dimainkan
saputangan Sanrio-nya.
“Selama ini kamu sudah
berkorban banyak untuk dia, Nia. Tapia apa coba balasannya. Menunggu
pulang saja dia sudah marah-marah.”
Linda salah satu sahabatnya.
Masalah percintaan sahabatnya dapat diketahuinya dengan baik. Selama ini Tania
sering mengadu tentang tingkah laku Reza yang kadangkala menyakitkan.
“Sekali-kali kamu berontak
dong. Jangan mentang-mentang dia pacar kamu, kamu menuruti segala kemauannya.”
“Saya yang salah, Lin. Terlalu
mementingkan kesibukan saya. Mading, sanggar tari, OSIS dan les Bahasa Inggris.
Saya bisa merasakan bahwa dia merasa diduakan.”
“Ahh, dia juga sibuk dengan
latihan basket dan les komputer robotikanya. Tapi toh kamu tidak pernah
mengganggunya dengan mengajak kemana-lah. Iya kan? Selama ini setahuku kesibukan kamulah yang terganggu dengan
berbagai ajakannya. Dan, kamu selalu menurutinya.”
Tania diam. Kata-kata Linda benar.
Selama ini dia selalu menuruti keinginan Reza karena dia selalu takut Reza
marah. Selama ini dia selalu menjaga perasaan Reza. Kalaupun akhirnya mereka
bertengkar atau marah itu karena Reza yang lebih dulu menghindar. Dan, Tania akan
berusaha semaksimal mungkin untuk mengajaknya berdamai dengan berbagai usaha. Entah kenapa Tania selalu
takut kehilangan Reza.
Tania jadi ingat pertama kali
berkenalan dengan Reza.
Sepulang Rapat OSIS Tania
melihat seorang cowok jangkung sedang latihan basket dengan tim basket
sekolahnya. Tania merasa belum pernah melihat sebelumnya. Entah kenapa dia
merasa tertarik dengan cowok itu.
“Namanya Reza, kenapa,naksir?”
Ledek Ganda, ketua tim basket yang juga teman sekelasnya Tania.
“Iya, kirim salam ya?” kata
Tania nekad.
Mereka berkenalan. Dan, Reza jadi rajin mengajaknya
pulang sama-sama.
“Kamu
serius dengan Reza, Nia?” tanya Ganda dikelas ketika jam istirahat .
“Iya,
memang kenapa?” Tanya Tania heran
“Sorry
deh, bukan maksudku menjelek-jelekkan Reza. Tapi asal aja kamu tahu, dia korban
broken home. Jadi egonya gede banget dan dia sangat childist. Kalau kamu tahan
sih ngga apa-apa.”
Tidak
cuma Ganda yang sudah memberi nasehat. Tapi, Linda, Angga, dan Vivi juga. Tapi
Tania mana mau dengar. Dia sudah jatuh cinta dengan Reza. Dan, baginya Reza
adalah cinta pertamanya harus dipertahankannya sepenuh hati.
Walau
untuk itu Tania harus berkorban banyak.
“Aku
nggak suka kamu terlalu akrab dengan Ganda dan teman-teman
cowok sekelas kamu. Bercanda akrab dengan mereka,
kamu jadi kelihatan murahan di depan mataku.”
Tania memandang Reza dengan marah. Tapi bibirnya
terkunci rapat. Seperti dihipnotis Tania menuruti keinginan Reza. Dengan susah
payah dia menghindar bercanda dengan Ganda dan teman-teman cowok sekelasnya.
“Kamu
jangan bodoh, Nia. Jangan biarkan Reza mengaturmu.”
“Selama ini Reza banyak
menderita akibat ulah orangtuanya. Apa salahnya aku membahagiakannya.”
“Dengan
mengorbankan perasaan kamu? Nia, selama kamu pacaran, kamuah yang lebih banyak
berkorban,” kata Vivi dengan nada hati-hati. Dia tidak ingin Tania tersinggung
dengan kata-katanya.
“Terus
terang saja, Nia. Kayaknya Reza iri dengan berbagai kesibukan kamu. Soalnya
anak-anak lebih banyak mengenal kamu ketimbang Reza.
Dengan kata lain kamu lebih populer ketimbang dia,” sambung Linda.
“Lin,
kamu jangan nuduh Reza seenaknya dong. Mana mungkin dia iri dengan kesibukan
saya,” ujar Tania dengan nada tinggi.
“Kalem,
Nia. Coba kamu ingat-ingat bagaimana usaha Reza supaya kamu nggak ikut rapat
OSIS, latihan nari dan ngurus mading. Dia pura-pura minta ditemenin kemanalah. Dan kamu pernah
cerita Reza minta supaya kamu dengan dalih dia kekurangan perhatian dari kamu.
Ihh, nyebelin,” kata Linda dengan nada sebel.
Tani
terdiam. Kalau dia ingin jujur sebetulnya apa yang dikatakan sahabat-sahabatnya
benar. Tapi mungkin karena takut kehilangan Reza atau ingin membuat Reza
bahagia dia mengingkari kebenaran itu.
Sepulang
sekolah dengan sabar Tania berdiri didepan kelas Reza. Kebetulan Bu Min yang
mengajar dikelas Reza masih mengajar. Reza keluar dengan Novi, cewek cantik yang terkenal
centil. Mereka asyik ngobrol sambil bercanda. Tania masih menggu dengan sabar.
Ditahan emosinya supaya jangan meledak.
“Yuk,
deh Za, tuh udah ditunggu pacar loe,” pamit Novi sambil melirik Tania sekilas.
Dengan
malas Reza menghampiri Tania.
“Yuk,
berangkat kita sekarang,” ajak Reza sambil jalan terlebih dulu menuju tempat
parkir.
“Za,
kita pacaran nggak sih?” Akhirnya emosi Tania meluap juga.
“Lho,
kok pakai nanya segala? Kenapa, ingin ngajak putus ?”
“Za,
kalau memang kita pacaran seharusnya kita jalan bareng-bareng. Bukan kamu yang
jalan duluan ninggalin saya.”
“Nia,
kamu mulai ngatur saya ya ?” Reza menatap Tania tajam.
“Seharusnya
kamu yang mendatangi saya. Toh kamu cowok, harus punya inisiatif sendiri.
Bukannya saya yang nunggu kamu di depan kelas kamu,” Tania tidak memperdulikan
tatapan tajam itu.
“Kamu
kan yang keluar duluan, apa salahnya nungguin saya. Kamu kok mendadak aneh sih,
Nia. Sudah, sekarang jadi berangkat nggak?”
Tania
masih menimbang-nimbang. Apakah dia harus mengalah lagi? Akhirnya nekad dia
mengambil sebuah keputusan yang mengejutkan Reza.
“Sorry, saya mau latihan nari saja,” kata Tania.
“Terserah,” dengan cuek Reza menstater motornya.
“Terserah,” dengan cuek Reza menstater motornya.
Tania
bengong. Tidak menyangkan Reza akan secuek itu. Dia jadi ragu apakah Reza
sungguh-sungguh mencintainya? Dulu sebelum Reza cuma mengirimi sebuah kartu
mungil yang manis dengan sebaris kata-kata: Nia, saya sayang kamu. Mau nggak
kamu jadi pacar saya ?
Cuma
itu. Tapi telah membuat Tania melayang ke langit tujuh. Dia amat bahagia
ketika itu. Dan, berjanji hanya Rreza satu-satunya cowok dalam hidupnya. Apapun
yang terjadi.
“Lho, nggak jadi pergi?” tanya Linda yang sibuk
mengatur anak-anak kelas satu latihan.
Tania
menggeleng dengan lesu Dia mencoba memusatkan perhatian. Ditepisnya bayang-bayang
Reza. Walau tak berhasil, Tania terus mencoba.
***
Sudah dua minggu hubungan mereka hambar. Tania tdak
berusaha menghubungi Reza. Dia menunggu dengan sabar. Dia ingin melihat apakah
Reza sebagai laki-laki punya inisiatif
untuk memperbaiki hubungan mereka?
“Nia,
ada yang ingin kukatakan padamu,” kata Linda ketika mereka sedang jajan mie
pangsit di kantin.
“Ada
apa Lin, kok serius banget?”
“Kemarin
sore aku melihat Reza dan Novi di PIM.”
Tania
langsung menyingkirkan mie pangsitnya. Ditatapnya Linda dengan dada bergetar.
Reza dengan Novi? Apakah Reza mulai selingkuh dengan Novi?
“Sebetulnya
Nia, sebelum Linda ngeliat mereka di PIM , aku juga pernah melihat mereka
pulang bareng ketika kamu praktikum Biologi. Dan keesokan harinya Vivi melihat
mereka bercanda-canda di taman belakang sekolah. Hanya beruda,” sambung Angga.
“Kenapa
Reza tega menyakiti saya?” suara Tania mengandung tangisan. Tapi dia mencoba
menahan. Dia tidak ingin menjadi tontonan di kantin ini.
“Nia, tenanglah,” bujuk Vivi. “Ambil hikmahnya saja. Itu membuktikan bahwa Reza
bukanlah cowok yang pantas buat kamu. Selama ini kamu sudah berkorban banyak untuk dia,
tapi balasannya?
“Kamu
harus segera membicarakannya dengan Reza, Nia. Biar masalahnya tidak
berlarut-larut,” lanjut Vivi.
Tania
terdiam. Mencoba mencerna nasehat sahabat-sahabatnya.
***
Tania
masih belum juga mau mengajak Reza bicara banyak tentang hubungan mereka. Dia
masih menunggu inisiatif Reza. Sementara teman-temannya banyak mengatakan bahwa
hubungan Reza dan Novi makin terlihat mesra. Tapi Tania mencoba tidak perduli. Selama dia belum
melihat dengan matanya sendiri.
Sore
ini Papa, Mama dan Mbak Keke mengajaknya nonton di Studio One. Sebetulnya Tania
malas. Tapi mereka terus membujuk. Dan Tania tidak dapat menolak.
Rencananya
mereka akan menonton film The Little
Mermaid. Tania tahu Mbak Keke paling
tergila-gila dengan film kartun produksi Walt
Disney Pictures.
Papa sedang mengantri membeli karcis. Mama dan Mbak Keke belanja cemilan di counter makanan. Tania duduk sambil
matanya asik melihat-lihat poster film coming soon.
Tiba-tiba
wajahnya pucat pasi. Di pintu masuk dia melihat Reza dan Novi bergandengan
dengan mesra. Reza melihatnya,. Tapi dengan cuek dia menuju loket karcis. Tania
langsung ngamuk. Nekad dia menghampiri Reza.
Tania
memaki-maki. Dia tidak peduli menjadi tontonan gratis. Tidak puas dia
memukul-mukul dada Reza. Mata Tania penuh dengan air mata.
Sampai
Papa, Mama, dan Mbak Keke datang membujuk Tania supaya pulang saja. Mereka
menuntun Tania yang sedang kalut ke Mobil.
“Semoga
kamu puas,” sebelum mereka pergi Mbak Keke masih sempat menatap Reza tajam.
Reza
bingung tidak tahu mau berbuat apa. Dia malu plus menyesal telah menyakiti hati
Tania yang putih itu. Pdahal selama ini Tania begitu baik terhadapnya dan rela
berkorban untuknya. Tapi balasannya? Dengan tega dia melukainya.
Reza
betul-betul menyesal. Tapi penyesalan selalu datang belakangan bukan?
***
Tania
menatap kilauan mentari yang masuk lewat kisi-kisi jendela. Sayup-sayup
didengarnya suara Tifany lewat tembang If Love is Blind dari kamar Mbak Keke. Dia
merasa tersindir.
People
say that you’re no good for me
People
say it constantly
I hear
it said so much
I
repeat it in way sleep
Bagaimana
selama ini dia memandang cintanya dengan buta. Dia rela berkorban untuk Reza.
Asal Reza bahagia. Tapi Reza membalasnya dengan sebuah luka yang sulit terobati
entah sampai kapan.
“Sudah
bangun, sayang?” Sapa Mama lembut. “Di depan ada Reza. Kamu mau menemuinya?”
“Untuk
apa, Ma?”
“Huss,
jangan begitu. Biar bagaimanapun masalah kalian harus tuntas. Lagipula mungkin
ada yang ingin dia katakana. Ayo temui dia dulu. Sebentar saja,” bujuk Mama lagi.
Tania
mengenakan sweater biru langit dan rok kembang-kembang dengan warna pastel. Disisir
rambutnya yang panjang sebahu dengan malas. Kalau bukan karena bujukan Mama enggan dia menemui
cowok itu. Beberapa hari ini dia terus menghindari Reza. Dia selalu berdoa agar
mereka jangan bertemu lagi dalam waktu dekat. Tapi doanya tak terkabul.
Minggu pagi ini Reza datang menemuinya.
Reza terlihat lesu. Kaos
oblongnya kusut , blue jeans-nya belel dan dia duduk di depannya. Di meja
beranda Tania melihat sepiring roti bakar dan dua gelas jus jeruk. Pasti mamah
yang menyuruh Mbok Nah menghidangkan jamuan ini. Ahh, Mama yang baik.
“Nia,”
panggil Reza lembut . Tania mengangkat wajah. Reza menatapnya dengan sikap
serba salah. Tania jadi bingung mau ngomong apa.
“Nia, saya tahu kamu ngga bakal mau memaafkan saya. Saya juga bingung kenapa harus
datang ke sini. Terus terang saya
malu banget dengan kamu. Yang jelas saya menyesal sekali.”
Tania
diam. Ditatapnya koleksi tanaman Mbak Keke.
“Kalau
memang kita harus putus. Saya harap kita putus secara baik-baik. Dan, kita masih bisa berteman.”
Putus?
Itu sebuah kata yang sangat diharapkan Tania. Kata-kata yang lainnya dia tidak
peduli. Sebagai teman? Tania tidak dapat menjawab. Lukanya terlalu menyakitkan.
Dia tak dapat berpura-pura berbaik hati menganggap Reza teman. Mungkin setelah
luka itu sembuh. Tapi entah kapan. Tania tak tahu.
“Ya,
kita putus,” suaranya begitu pelan nyaris tak terdengar.
Hanya
itu. Tania segera masuk ke kamarnya yang damai. Setelah pamit pada mama Tania, Reza berlalu.
Dari kamar Mbak Keke
sayup-sayup suara Tifany masih terdengar.
If love is blind
I”ll find my way with you
Cause I can”t see myself
Not in love with you. ©