Senin, 06 Oktober 2014

If Love is Blind


          Reza menunggu di tempat parkir dengan wajah cemberut. Tania merasa serba salah. Salahnya juga sih ngurus mading tak kenal waktu. Tadi dia pesan supaya Reza jangan menunggu. Tapi cowok itu malah nekad menunggunya.
          “Sorry ya, Za, tadi sekalian rapat mading. Kamu mau memaafkan saya kan?” Tania berusaha membujuk. Reza mendengus sambil membuang wajahnya. Lama-lama Tania kesal juga. Tapi ditahannya. “Za, pulang yuk, nanti kemalaman.”
          Reza menstater motornya kencang. Dengan kecepatan tinggi dia menjalankan motornya. Tania panik. Takut terjadi kecelakaan di jalan raya. Tapi untunglah mereka tiba selamat di depan rumah Tania.
“Mampir, Za?” Tanya Tania dengan suara lembut.
“Aku pulang dulu!” Tanpa memperdulikan tawaran Tania dia meleset dengan kecepatan tinggi.
“Ada apa dengan dia?” Tanya Mbak Keke yang tengah sibuk dengan koleksi tanamannya.
“Nggak sabar nunggu kamu ngurus mading?” Tanya Mbak Keke lagi ketika dilihatnya Tania diam saja.
“Biasa.” suara Tania terdengar tak berdaya. Diteguknya jus jeruk yang tersedia di meja beranda.
Mbak Kekee melongok kearah adiknya. Kasihan juga melihat wajah mendung Tania. Selalu begitu. Tiap hari tidak pernah tidak bertengkar. Tidak pernah tidak marahan. Kalupun baikan itupun karena usaha Tania. Yang rajin menelponnya atau yang ngajak bicara duluan jika bertemu di sekolah.
Tania sedang sibuk mengerjakan tugas Geometri ketika Mabak Tania berteriak bahwa Reza menelponnya.
“Hallo, Nia, besok sepulang sekolah temani saya cari buku ke Gramedia.”
“Tapi Za, tapi saya latihan nari untuk Malam Amal bulan depan. Sebetulnya saya ingin sekali menemani kamu tapi…”
“Ya, Udah!” Klik! Reza membanting telepon di seberang sana.
Dengan lesu Tania duduk di depan TV. Mbak Keke meliriknya. Tapi dia tidak berkata apa-apa. Dibiarkan adik semata wayangnya merenung.
Sehabis sholat Isya Tania nekat menelpon Reza.
“Za, saya jadi menemani kamu. Di tunggu besok sepulang sekolah.”
Reza tidak berkta aa-apa. Ditutupnya horn telpon.
Besoknya dia menemui Linda, sie kesenian Malam Amal.
“Saya enggak bisa latihan dulu ya, Lin Hmm…Mama saya ngajak kedokter.”
Linda menatap Tania lekat-lekat. Dia tahu Tania berbohong.
“Karena Reza kan?”
Tania bingung. Dimainkan saputangan Sanrio-nya.
“Selama ini kamu sudah berkorban banyak untuk dia, Nia. Tapia apa coba balasannya. Menunggu pulang saja dia sudah marah-marah.”
Linda salah satu sahabatnya. Masalah percintaan sahabatnya dapat diketahuinya dengan baik. Selama ini Tania sering mengadu tentang tingkah laku Reza yang kadangkala menyakitkan.
“Sekali-kali kamu berontak dong. Jangan mentang-mentang dia pacar kamu, kamu menuruti segala kemauannya.”
“Saya yang salah, Lin. Terlalu mementingkan kesibukan saya. Mading, sanggar tari, OSIS dan les Bahasa Inggris. Saya bisa merasakan bahwa dia merasa diduakan.”
“Ahh, dia juga sibuk dengan latihan basket dan les komputer robotikanya. Tapi toh kamu tidak pernah mengganggunya dengan mengajak kemana-lah. Iya kan? Selama ini setahuku kesibukan kamulah yang terganggu dengan berbagai ajakannya. Dan, kamu selalu menurutinya.”
Tania diam. Kata-kata Linda benar. Selama ini dia selalu menuruti keinginan Reza karena dia selalu takut Reza marah. Selama ini dia selalu menjaga perasaan Reza. Kalaupun akhirnya mereka bertengkar atau marah itu karena Reza yang lebih dulu menghindar. Dan, Tania akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengajaknya berdamai dengan berbagai usaha. Entah kenapa Tania selalu takut kehilangan Reza.
Tania jadi ingat pertama kali berkenalan dengan Reza.
Sepulang Rapat OSIS Tania melihat seorang cowok jangkung sedang latihan basket dengan tim basket sekolahnya. Tania merasa belum pernah melihat sebelumnya. Entah kenapa dia merasa tertarik dengan cowok itu.
“Namanya Reza, kenapa,naksir?” Ledek Ganda, ketua tim basket yang juga teman sekelasnya Tania.
“Iya, kirim salam ya?” kata Tania nekad.    
Mereka berkenalan. Dan, Reza jadi rajin mengajaknya pulang sama-sama.
          “Kamu serius dengan Reza, Nia?” tanya Ganda dikelas ketika jam istirahat .
          “Iya, memang kenapa?” Tanya Tania heran
          “Sorry deh, bukan maksudku menjelek-jelekkan Reza. Tapi asal aja kamu tahu, dia korban broken home. Jadi egonya gede banget dan dia sangat childist. Kalau kamu tahan sih ngga apa-apa.”
          Tidak cuma Ganda yang sudah memberi nasehat. Tapi, Linda, Angga, dan Vivi juga. Tapi Tania mana mau dengar. Dia sudah jatuh cinta dengan Reza. Dan, baginya Reza adalah cinta pertamanya harus dipertahankannya sepenuh hati.
          Walau untuk itu Tania harus berkorban banyak.
          “Aku nggak suka kamu terlalu akrab dengan Ganda dan teman-teman cowok sekelas kamu. Bercanda akrab dengan mereka, kamu jadi kelihatan murahan di depan mataku.”
Tania memandang Reza dengan marah. Tapi bibirnya terkunci rapat. Seperti dihipnotis Tania menuruti keinginan Reza. Dengan susah payah dia menghindar bercanda dengan Ganda dan teman-teman cowok sekelasnya.
          “Kamu jangan bodoh, Nia. Jangan biarkan Reza mengaturmu.
          Selama ini Reza banyak menderita akibat ulah orangtuanya. Apa salahnya aku membahagiakannya.”
          “Dengan mengorbankan perasaan kamu? Nia, selama kamu pacaran, kamuah yang lebih banyak berkorban,” kata Vivi dengan nada hati-hati. Dia tidak ingin Tania tersinggung dengan kata-katanya.
          “Terus terang saja, Nia. Kayaknya Reza iri dengan berbagai kesibukan kamu. Soalnya anak-anak lebih banyak mengenal kamu ketimbang Reza. Dengan kata lain kamu lebih populer ketimbang dia,” sambung Linda.
          “Lin, kamu jangan nuduh Reza seenaknya dong. Mana mungkin dia iri dengan kesibukan saya,” ujar Tania dengan nada tinggi.
          “Kalem, Nia. Coba kamu ingat-ingat bagaimana usaha Reza supaya kamu nggak ikut rapat OSIS, latihan nari dan ngurus mading. Dia pura-pura  minta ditemenin kemanalah. Dan kamu pernah cerita Reza minta supaya kamu dengan dalih dia kekurangan perhatian dari kamu. Ihh, nyebelin,” kata Linda dengan nada sebel.
          Tani terdiam. Kalau dia ingin jujur sebetulnya apa yang dikatakan sahabat-sahabatnya benar. Tapi mungkin karena takut kehilangan Reza atau ingin membuat Reza bahagia dia mengingkari kebenaran itu.

          Sepulang sekolah dengan sabar Tania berdiri didepan kelas Reza. Kebetulan Bu Min yang mengajar dikelas Reza masih mengajar. Reza keluar dengan Novi,  cewek cantik yang terkenal centil. Mereka asyik ngobrol sambil bercanda. Tania masih menggu dengan sabar. Ditahan emosinya supaya jangan meledak.
          “Yuk, deh Za, tuh udah ditunggu pacar loe,” pamit Novi sambil melirik Tania sekilas.
          Dengan malas Reza menghampiri Tania.
          “Yuk, berangkat kita sekarang,” ajak Reza sambil jalan terlebih dulu menuju tempat parkir.
          “Za, kita pacaran nggak sih?” Akhirnya emosi Tania meluap juga.
          “Lho, kok pakai nanya segala? Kenapa, ingin ngajak putus ?”
          “Za, kalau memang kita pacaran seharusnya kita jalan bareng-bareng. Bukan kamu yang jalan duluan ninggalin saya.”
          “Nia, kamu mulai ngatur saya ya ?” Reza menatap Tania tajam.
          “Seharusnya kamu yang mendatangi saya. Toh kamu cowok, harus punya inisiatif sendiri. Bukannya saya yang nunggu kamu di depan kelas kamu,” Tania tidak memperdulikan tatapan tajam itu.
          “Kamu kan yang keluar duluan, apa salahnya nungguin saya. Kamu kok mendadak aneh sih, Nia. Sudah, sekarang jadi berangkat nggak?”
          Tania masih menimbang-nimbang. Apakah dia harus mengalah lagi? Akhirnya nekad dia mengambil sebuah keputusan yang mengejutkan Reza.
  “Sorry, saya mau latihan nari saja,” kata Tania.
“Terserah,” dengan cuek Reza menstater motornya.
          Tania bengong. Tidak menyangkan Reza akan secuek itu. Dia jadi ragu apakah Reza sungguh-sungguh mencintainya? Dulu sebelum Reza cuma mengirimi sebuah kartu mungil yang manis dengan sebaris kata-kata: Nia, saya sayang kamu. Mau nggak kamu jadi pacar saya ?
          Cuma itu. Tapi telah membuat Tania melayang ke langit tujuh. Dia amat bahagia ketika itu. Dan, berjanji hanya Rreza satu-satunya cowok dalam hidupnya. Apapun yang terjadi.
“Lho, nggak jadi pergi?” tanya Linda yang sibuk mengatur anak-anak kelas satu latihan.
          Tania menggeleng dengan lesu Dia mencoba memusatkan perhatian. Ditepisnya bayang-bayang Reza. Walau tak berhasil, Tania terus mencoba.
***


Sudah dua minggu hubungan mereka hambar. Tania tdak berusaha menghubungi Reza. Dia menunggu dengan sabar. Dia ingin melihat apakah Reza  sebagai laki-laki punya inisiatif untuk memperbaiki hubungan mereka?
          “Nia, ada yang ingin kukatakan padamu,” kata Linda ketika mereka sedang jajan mie pangsit di kantin.
          “Ada apa Lin, kok serius banget?”
          “Kemarin sore aku melihat Reza dan Novi di PIM.”
          Tania langsung menyingkirkan mie pangsitnya. Ditatapnya Linda dengan dada bergetar. Reza dengan Novi? Apakah Reza mulai selingkuh dengan Novi?
          “Sebetulnya Nia, sebelum Linda ngeliat mereka di PIM , aku juga pernah melihat mereka pulang bareng ketika kamu praktikum Biologi. Dan keesokan harinya Vivi melihat mereka bercanda-canda di taman belakang sekolah. Hanya beruda,” sambung Angga.
          “Kenapa Reza tega menyakiti saya?” suara Tania mengandung tangisan. Tapi dia mencoba menahan. Dia tidak ingin menjadi tontonan di kantin ini.
          “Nia, tenanglah,” bujuk Vivi. “Ambil hikmahnya saja. Itu membuktikan bahwa Reza bukanlah cowok yang pantas buat kamu. Selama ini kamu sudah berkorban banyak untuk dia, tapi balasannya?
          “Kamu harus segera membicarakannya dengan Reza, Nia. Biar masalahnya tidak berlarut-larut,” lanjut Vivi.
          Tania terdiam. Mencoba mencerna nasehat sahabat-sahabatnya.
                                ***

          Tania masih belum juga mau mengajak Reza bicara banyak tentang hubungan mereka. Dia masih menunggu inisiatif Reza. Sementara teman-temannya banyak mengatakan bahwa hubungan Reza dan Novi makin terlihat mesra. Tapi Tania  mencoba tidak perduli. Selama dia belum melihat dengan matanya sendiri.
          Sore ini Papa, Mama dan Mbak Keke mengajaknya nonton di Studio One. Sebetulnya Tania malas. Tapi mereka terus membujuk. Dan Tania tidak dapat menolak.
          Rencananya mereka akan menonton film The Little Mermaid.  Tania tahu Mbak Keke paling tergila-gila dengan film kartun produksi Walt Disney Pictures.
          Papa sedang mengantri membeli karcis. Mama dan Mbak Keke belanja cemilan di counter makanan. Tania duduk sambil matanya asik melihat-lihat poster film coming soon.
          Tiba-tiba wajahnya pucat pasi. Di pintu masuk dia melihat Reza dan Novi bergandengan dengan mesra. Reza melihatnya,. Tapi dengan cuek dia menuju loket karcis. Tania langsung ngamuk. Nekad dia menghampiri Reza.
          Tania memaki-maki. Dia tidak peduli menjadi tontonan gratis. Tidak puas dia memukul-mukul dada Reza. Mata Tania penuh dengan air mata.
          Sampai Papa, Mama, dan Mbak Keke datang membujuk Tania supaya pulang saja. Mereka menuntun Tania yang sedang kalut ke Mobil.
          “Semoga kamu puas,” sebelum mereka pergi Mbak Keke masih sempat menatap Reza tajam.
          Reza bingung tidak tahu mau berbuat apa. Dia malu plus menyesal telah menyakiti hati Tania yang putih itu. Pdahal selama ini Tania begitu baik terhadapnya dan rela berkorban untuknya. Tapi balasannya? Dengan tega dia melukainya.
          Reza betul-betul menyesal. Tapi penyesalan selalu datang belakangan bukan?
                                ***

          Tania menatap kilauan mentari yang masuk lewat kisi-kisi jendela. Sayup-sayup didengarnya suara Tifany lewat tembang If  Love is Blind dari kamar Mbak Keke. Dia merasa tersindir.    
          People say that you’re no good for me
          People say it constantly
          I hear it said so much
          I repeat it in way sleep
         
          Bagaimana selama ini dia memandang cintanya dengan buta. Dia rela berkorban untuk Reza. Asal Reza bahagia. Tapi Reza membalasnya dengan sebuah luka yang sulit terobati entah sampai kapan.
          “Sudah bangun, sayang?” Sapa Mama lembut. “Di depan ada Reza. Kamu mau menemuinya?”
          “Untuk apa, Ma?”
          “Huss, jangan begitu. Biar bagaimanapun masalah kalian harus tuntas. Lagipula mungkin ada yang ingin dia katakana. Ayo temui dia dulu. Sebentar saja,” bujuk Mama lagi.
          Tania mengenakan sweater biru langit dan rok kembang-kembang dengan warna pastel. Disisir rambutnya yang panjang sebahu dengan malas. Kalau bukan karena bujukan Mama enggan dia menemui cowok itu. Beberapa hari ini dia terus menghindari Reza. Dia selalu berdoa agar mereka jangan bertemu lagi dalam waktu dekat. Tapi doanya tak terkabul. Minggu pagi ini Reza datang menemuinya.
         

Reza terlihat lesu. Kaos oblongnya kusut , blue jeans-nya belel dan dia duduk di depannya. Di meja beranda Tania melihat sepiring roti bakar dan dua gelas jus jeruk. Pasti mamah yang menyuruh Mbok Nah menghidangkan jamuan ini. Ahh, Mama yang baik.
          “Nia,” panggil Reza lembut . Tania mengangkat wajah. Reza menatapnya dengan sikap serba salah. Tania jadi bingung mau ngomong apa.
          “Nia, saya tahu kamu ngga bakal mau memaafkan saya. Saya juga bingung kenapa harus datang ke sini. Terus terang saya malu banget dengan kamu. Yang jelas saya menyesal sekali.”
          Tania diam. Ditatapnya koleksi tanaman Mbak Keke.
          “Kalau memang kita harus putus. Saya harap kita putus secara baik-baik. Dan, kita masih bisa berteman.”
          Putus? Itu sebuah kata yang sangat diharapkan Tania. Kata-kata yang lainnya dia tidak peduli. Sebagai teman? Tania tidak dapat menjawab. Lukanya terlalu menyakitkan. Dia tak dapat berpura-pura berbaik hati menganggap Reza teman. Mungkin setelah luka itu sembuh. Tapi entah kapan. Tania tak tahu.

          “Ya, kita putus,” suaranya begitu pelan nyaris tak terdengar.
          Hanya itu. Tania segera masuk ke kamarnya yang damai. Setelah pamit pada mama Tania, Reza berlalu.
Dari kamar Mbak Keke sayup-sayup suara Tifany masih terdengar.
          If love is blind
        I”ll find my way with you
        Cause I can”t see myself
        Not in love with you. ©