Rabu, 28 November 2018

BESIDE YOU



                                    

Part #1
Pada suatu siang yang panas menyengat, aku masih asyik dengan laptop di sebuah meja kantin. Tentu saja setelah tenggorokanku diademkan oleh segelas es jeruk segar.
Tiba-tiba saja sesosok mendatangi mejaku. Jika ia adalah makhluk alien yang nyasar ke bumi, bisa jadi aku akan melonjak kaget, Tapi ini yang datang adalah makhluk pintar sejagat sekolah.
"Eluh yang namanya Dara Agatha, yang pake akun 'Aga Aja' di FB?" Tiada hujan, tiada angin, cowok itu langsung nyerocos.
"Iya, emangnya kenapa?" Tanyaku heran seraya menatap sesosok dengan tinggi hampir 180 cm. Jika aku berjalan di sampingnya, mungkin aku dikira adik bungsunya.
"Bisa nggak sih, kalo eluh nggak update status hampir sejam sekali?" Komplainnya, to the point.
"Emang kenapa? Eluh keganggu? Skip aja, susah amat sih!"
Duuh, nih orang ribet amat sih. Udah tau siang ini panas menyengat, jangan sampe hati ikutan panas juga.
"Atau eluh un-friend. Or un-follow....Gue nggak rugi nggak berteman ama eluh," kutantang matanya yang kemudian menyipit. "Lagian siapa yang minta pertemanan sih?" Jawabku emosi.
"Lagian kenapa di-confirm?" suaranya melunak.
"Tau ah, gelap. Mana gue inget!"
Aku duduk kembali, melanjutkan pekerjaanku mengedit sebuah naskah. Pekerjaanku harus selesai siang ini.
Makhluk itu masih berdiri, memandang kesibukanku.
"Temen FB gue sedikit. Jadi pas gue ada waktu untuk masuk ke akun gue, ya ampun....isi beranda gue isinya poto-poto eluh, poto-poto temen-temen eluh, poto-poto cerpen eluh."
"Eluh nggak ada kerjaan ya, selain update status eluh setiap jam sekali?"
Aku mendongak, memandang matanya yang ternyata berwarna kecoklatan.
"Kan udah gue bilang, un-friend aja. Gue nggak rugi. Beneran!"
"Oke!" Kemudian bayangannya menghilang.
Aku memandang sosoknya seraya bertanya-tanya. Tuh, makhluk nama akunnya apa ya? Aku kok lupa ya, ternyata berteman dengannya di dunia maya?
Aku segera membuka akunku. Ku-list daftar teman-temanku. Nama dan profilnya tidak ada. Apakah dia benar-benar menghapusku dari daftar pertemannya?
Kok aku merasa rugi sih? Padahal selama berteman, boro-boro aku 'ngeh' dengan kehadirannya. Selama ini pertemanan kami pasif. Tidak pernah memberikan komen atau respon apapun atas postingan yang kubuat.
Dan seingatku, rasanya tak pernah membaca postingan apapun darinya. Bisa jadi ia makhluk terpasif dalam dunia maya tersebut. Dan ia silent reader. Bisa jadi ia selalu membaca dan mengikuti semua postinganku.
Aku kok jadi GR ya? Tapi seneng....
Part #2
Dara betul-betul senewen. Nilai kimia organiknya bakal merah di raport kali ini. Bisa dibayangkan suara mama bakal naik 10 oktaf mengalahkan suara melengkingnya Mariah Carey.
Dan ia bisa bayangkan. Mama akan menahan laptopnya dan ia tidak boleh mengikuti kegiatan penulisannya baik di sekolah maupun di sebuah majalah remaja. Apapun bentuknya. Never!
Dara memandang wajah tua Pak Kun yang membosankan, berharap guru kimianya akan berbaik hati memberikan tambahan nilai untuknya.
Salah dia juga. Terlalu mengikuti semua deadline perlombaan penulisan yang ia ikuti beberapa bulan terakhir ini sehingga untuk pelajaran kimia betul-betul keteteran.
Untuk matematika, ia masih bisa ikuti. Fisika, not bad. Hanya kimia, nightmare baginya!
"Baiklah, Bapak akan memberikan nilai tambahan untukmu jika kamu bersedia mengikuti belajar tambahan kimia...."
"Saya akan ikut, Pak!" Potongnya semangat. Suara Pak Kun begitu lambat dan terdengar lemah di telinga Dara.
"Bukan dengan Bapak melainkan...."
Pak Kun menunjukkan sebuah nama. Gema Pratama. Ya, ampyuuun! Kenapa dia harus berhadapan dengan makhluk menyebalkan itu!
"Tidak ada pilihan lain, Pak?" Tawar Dara dengan penuh harap.
"Tidak ada!" Jawab Pak Kun tegas merontohkan jantung Dara. Dara terkesima. Andaikan nama itu bisa berganti dengan nama Afgan atau Petra, kedua penyanyi kesayangannya itu.
"Bapak kasih waktu sebulan. Jika tidak ada progress, maka nilai itu tidak akan berubah!" Vonis Pak Kun menakutkan itu telah menghantarkan langkahnya pada sebuah kelas yang kosong hanya ada seorang gadis pendiam yang sedang membaca buku.
"Gema sedang ke Ruang Sains. Katanya ada rapat," ujarnya seperti tak ingin diganggu.
Dara hanya mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Dia berharap rapat itu akan selesai dan ia bisa berbicara sebentar dengan Gema.
Walau rapat telah usai, namun beberapa pengurusnya masih asyik dengan laptopnya masing-masing. Entah apa yang dikerjakan.
Dara bergegas menuju ruangan pribadi Gema sebagai Ketua Divisi Sains.
Belum ia utarakan maksudnya, Gema sudah menoleh ke arahnya dengan wajah mencemoohkan.
"Nilai UAS bisa 60, yang bener aja! Kebanyakan update status sih...."
"Mau ngajarin nggak! Kalo nggak aku bakal bilang Pak Kun!" Ancam Dara setengah berani. Gema malah tertawa. Seumur hidup, Dara baru melihat senyum di bibirnya.
"Kok eluh yang ngancem sih! Yang ada perlu siapa?"
Dara tersadar. Dia lalu mencoba tersenyum. Untuk menunjukkan ke Gema bahwa ia memiliki senyum yang manis. Lumayan.
"Maaf. Aku betul-betul minta tolong...."
"Kayaknya nggak bisa. Aku sibuk. Ada beberapa kegiatan yang harus kuurus dan kuikuti. Cobalah mencari mentor yang lain," nadanya melunak. Menatap iba dengan wajah bening itu.
"Tidak bisa ya?" Dara tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia lalu meninggalkan ruangan Sains, yang diikuti oleh pandangan laki-laki itu terus-menerus.

Part #3 Aku betul-betul menyesal dulu mengikuti saran Mama untuk memilih jurusan IPA. Padahal jika di SMA Pertiwi memiliki jurusan Bahasa, tanpa mikir seribu kali aku akan memilih jurusan itu.
Sayang kedua orangtua dan kakak-kakakku lebih tertarik dengan bidang sains. Entah itu Pertanian, Penelitian, Kedokteran dan Farmasi. Seolah-olah bidang ilmu tersebut yang paling terbaik di dunia. Seperti Gema, yang tergila-gila dengan sains. Juara Olimpiade Sains, jago coding program, penelitian remaja dan sederet prestasi yang telah ia raih selama nyaris tiga tahun ia bersekolah di sana.
Sedangkan aku sebagai murid kelas satu, yang sok-sokan memilih jurusan IPA akhirnya malah menghadapi kebuntuan seperti ini.
Boro-boro mau juara Olimpiade, bisa mengerjakan hampir seluruh tugas yang diberikan Pak Kun udah seneng banget. Nah, ini dari 20 soal yang diberikan, baru tiga yang sudah dikerjakan tanpa bisa diprediksi kebenarannya.
Aku sudah berusaha keras menanyakan ke berbagai sumber. Kakak-kakakku yang smart dan cantik jelita tersebut, ke Mama, ke Papa, teman-temanku...tapi nihil! Mereka menyerah. Seolah-olah Pak Kun ingin 'menguji' ketahanan mentalku.
Browsing? Aku sudah mencobanya berjam-jam berselancar di dunia maya, tapi setali tiga uang. Zonk! Sampai aku kembali menghadapi kembali ke Pak Kun. Tapi beliau tidak mengubrisku. Malah aku harus mencari Gema.
Pak, Gema tuh nggak kemana-mana. Dia hanya 'beredar' di jagat sekolah. Kelasnya, kantin, perpus, ruang sains, lapangan basket, ruang OSIS sampai ke toilet. Apa aku harus membuntutinya sampai ke kamar mandi khusus cowok?
Duuuh, dengan gemasnya aku mencoret-coret kertas polos yang tak berdosa. Setumpuk buku kimia yang kupinjam di perpustakaan tidak berhasil memberikan setitik harapan dalam masalah yang tengah kuhadapi.
Tuhan, bisakah Kau biarkan aku menulis posting hari ini? Pintaku dengan seulas senyum.
Ya, mungkin lebih baik kubuka laptop untuk mendinginkan kepala yang tengah senewen.
"Oh, jadi gitu. Lebih baik update status ketimbang mengerjakan soal-soal itu. Pantesan Pak Kun memberikan soal yang super jelimet biar eluh kapok sih!"
Sebuah suara berat menghentikan gerakan tanganku. Kuangkat kepalaku. Duuh, kenapa mata coklat itu 'menyihirku' hingga membuatku tak berkutik.
"Nanti sore temui gue di Kafe Biru. Bawa buku dan catatan kimia eluh!"
Sesosok jangkung itu pergi membawa sejuta harapan dalam hidupku. Thanks' God!
Part #4
Dara sudah duduk manis di sudut Kafe Biru yang sudah disepakati. Dia ingin memesan segelas orange juice kesukaannya. Tapi dia menahan diri. Siapa tahu kakak kelasnya itu ingin memesan segelas minuman. Kopi misalnya.
Namun sudah sejam lewat, sosok itu tidak muncul juga. Ia tidak punya nomor kontak yang bisa dihubungi. Ingin melalui kotak pesan FB, bukankah mereka sudah tak berteman lagi.
Dara menghentakkan kakinya jengkel. Mama sudah missed call berkali-kali. Namun ia enggan memberikan kabar. Karena jika tahu ia pergi sendirian ke sebuah kafe, Mama akan melarangnya.
Dengan gerakan kasar, Dara memasukkan buku-bukunya kembali ke dalam tas ranselnya. Brengsek! Dia dikerjain oleh setan alas itu!
Dara membuka pintu kafe lesu. Senja telah berganti malam. Warnanya meredup. Mungkin seperti asa dalam hatinya, yang memadam setelah membias sesaat.
Ia lalu membuka sebuah aplikasi ojek online dan melakukan transaksi order. Dia berharap segera masuk ke kamarnya yang nyaman dan tidak keluar-keluar sampai esok pagi.
Ojek online-nya telah datang. Dara bergegas menghampiri dan meminta sopir membawanya pergi secepat mungkin. Ia tidak akan pernah tahu, Gema datang ke mejanya dan menemukan sebuah buku. Tugas kimianya yang tertinggal....
Part #5
Dara terbangun dari tidurnya yang tidak teramat nyenyak. Dia masih bete dan kesal. Walau memilih melupakan agar tidak teringat terus akan kejadian kemarin.
Untunglah Mama tidak banyak bertanya. Malah menghadiahkan segelas susu coklat hangat kesukaannya juga setangkup roti bakar keju.
Mungkin saatnya ia akan berterus terang bahwa ia akan berganti haluan: jurusan IPS. Tapi melihat Mama begitu bangga bercerita tentang mba Karin yang diterima Ass-Dos di FKU tempatnya menuntut ilmu membuat Dara mengurungkan maksudnya.
Pagi ini ia akan menghadap Pak Kun untuk meminta maaf tidak bisa mengerjakan keseluruhan soal yang diperintahnnya itu. Dengan resiko dia akan mendapatkan nilai apa adanya. Mungkin Mama akan memarahi habis-habisan. Mungkin laptopnya akan tersimpan dalam lemari Mama. Mungkin, ia tidak akan bertemu lagi dengan sosok jangkung tersebut....
"Terimakasih, Dara...Kau sudah mengerjakan tugas yang Bapak berikan dengan sangat baik. Bapak akan memberikan nilai tambahan untukmu," Pak Kun sudah menyambutnya dengan perkataan yang tidak ia pahami.
Sementara pandangannya tertuju pada sebuah buku bersampul coklat. Mengapa bukunya sudah ada di meja Pak Kun. Apakah bukunya tertinggal....dan Gema menemukannya?
"Belajarlah yang rajin, Dara. Bapak yakin kau bukan murid yang bodoh. Hidup adalah pilihan. Jika kau sudah memilih jurusan IPA, terimalah resiko dari pilihan yang kau pilih tersebut. Kita punya akal budi, maka pergunakanlah sebaik-baiknya," nasehat Pak Kun bijak. Dara hanya mengangguk dan undur diri.
Gema telah menyelamatkannya. Apakah ia harus mencari dan berterima kasih padanya. Mungkin Gema punya alasan tidak bisa menemuinya kemarin....

Part #6 Gema bengong melihat ada sekotak es krim rasa green tea di atas mejanya. Dia melongok. Hanya ada Sita, si kutu buku yang duduk di pojokan kelas.
"Sit, ini es krim siapa?" Tanya dengan nada keras. Sita kalo udah asyik baca buku, lupa dunia. "Buat eluh. Dari cewek cantik yang tempo hari nanyain eluh waktu lagi rapat kegiatan Sains," jawab Sita cepat dan kemudian asyik lagi melanjutkan bacaannya.
"Buat eluh aja deh, Sit. Pagi-pagi masak makan es krim," Gema menyodorkan kotak itu.
Sita mendongak. "Gue alergi es krim. Eluh kasih aja temen-temen eluh di Sains. Simpen di frezer kantin. Gitu aja kok repot sih," jawabnya males.
Duuh, kerjaan lagi! Gema menyeret langkahnya ke kantin. Pagi ini rencananya dia harus memeriksa hasil kerjaan anak-anak kelas satu yang mengajukan pendaftaran sebagai anggota baru The Sains.
Ketika memasuki kantin, ia hampir menabrak sesosok mungil yang tengah keluar. Wajahnya itu memandang Gema dengan penuh terimakasih.
"Kalo nggak suka es krim, bisa dikasih ke lainnya," Dara melirik kotak yang dibawa Gema.
"Mau nitip dulu ke Ibu Kantin. Pagi-pagi bisa sakit perut kalo makan es krim," ngeles Gema. Dara hanya mengangguk lalu pergi begitu saja meninggalkan wangi collage yang pernah disukai Gema.
Gema menggeleng kepalanya sedih. Duluuu, ketika ia berumur 10 tahun. Wangi tubuh adiknya yang baru lahir memenuhi hari-harinya.
Namun, sejak perceraian kedua orangtunya, dia jarang lagi bertemu dengan adik tercintanya itu.
Itu yang membuat ia tidak pernah paham dengan makhluk berjenis wanita. Baginya makhluk itu hanya membuat hidupnya sengsara.
Ibunya yang meninggalkan ia dan ayahnya begitu saja. Juga Om Edo yang harus patah hati bertahun-tahun karena tunangannya meninggalkannya pada hari pernikahan mereka.
Itu yang membuat Gema tidak mau berurusan dengan wanita alias cewek alias perempuan. Titik!

Part #7
Namanya Sita Mariana. Dara tidak menyangka jika ia berteman dengan kakak kelasnya itu, di FB.
Gadis berkulit pucat dengan rambut lurus kaku sebahu. Bertubuh tinggi sedikit kurus. Walau kutu buku, namun ia tidak mengenakan kacamata. Seperti identik gadis ber-kutu buku.
Tidak sengaja, ia melihat postingan di wall Sita berisi beberapa foto. Foto pertama seorang cowok tengah makan es krim, setengah melotot ketika tahu ia difoto.
Diberi caption: Es krimnya manis, semanis yang memberikannya...
Foto yang lainnya, cowok itu dengan pengurus The Sains lainnya. Sama-sama tengah menikmati es krim green tea, pemberiannya.
Dara lalu berselancar pada wall milik Sita tersebut. Dia tidak menyangka jika gadis itu cukup aktif meng-update statusnya. Yang paling banyak adalah, pemikiran-pemikiran gadis itu tentang banyak hal. Kehidupan, Tuhan sang pencipta, alam juga buku-buku yang sudah dibacanya. Beserta sedikit review-nya.
Tiba-tiba Dara kagum padanya. Dia jadi ingin mengenal jauh gadis itu. Dia lalu mengirimkan pesan via inbox.
Halo, Kak Sita, aku Dara, yang tempo hari....
Dara menghentikan tulisannya, namun sudah terlanjur di-enter.
Tak lama kemudian, muncul pesan balasan.
Kenal-lah. Siapa sih yang nggak kenal gadis kelas 1 yang sok sibuk dengan kegiatannya? Emoticon senyuman lebar.
Dara ikutan tersenyum.
Yang tempo hari nyariin Gema kan?
Aku disuruh Pak Kun, Kak. Soalnya aku harus mentoring ama dia...
Gema emang pinter sih. Sebeulnya dia nggak pelit ngajarin. Tapi kalo ama cewek rada cuek. Kecuali ama aku kali ya. tetangganya sejak kecil....
Jadi kakak tetangganya Gema?
Dara suprais.