Jumat, 20 Maret 2020

Pulang





Pulang.


Aku ingin pulang pada sebuah rumah yang hangat.
Walau mungkin hanya beralaskan semen namun tak ada dering hape yang terdengar.


Aku ingin pulang pada sebuah tempat,
di mana di situ hanya ada sinar kebahagiaan
yang bermain dengan warna jingga.
Tidak ada ketakutan, kecemasan ataupun orang yang saling mencibir satu sama dengan yang lain.
Tempat dimana, anak-anak bebas bermain
tanpa mengenal aneka games online.

Aku ingin pulang.
Pada wajah emakku yang semakin menua namun sarat dengan senyum.
Pada rona anakku yang bersemangat menyambut paginya.

Aku ingin pulang.
Karena aku wanita biasa yang ingin melepaskan lelah pada sebuah bahu yang kokoh dan hangat....

Rabu, 28 November 2018

BESIDE YOU



                                    

Part #1
Pada suatu siang yang panas menyengat, aku masih asyik dengan laptop di sebuah meja kantin. Tentu saja setelah tenggorokanku diademkan oleh segelas es jeruk segar.
Tiba-tiba saja sesosok mendatangi mejaku. Jika ia adalah makhluk alien yang nyasar ke bumi, bisa jadi aku akan melonjak kaget, Tapi ini yang datang adalah makhluk pintar sejagat sekolah.
"Eluh yang namanya Dara Agatha, yang pake akun 'Aga Aja' di FB?" Tiada hujan, tiada angin, cowok itu langsung nyerocos.
"Iya, emangnya kenapa?" Tanyaku heran seraya menatap sesosok dengan tinggi hampir 180 cm. Jika aku berjalan di sampingnya, mungkin aku dikira adik bungsunya.
"Bisa nggak sih, kalo eluh nggak update status hampir sejam sekali?" Komplainnya, to the point.
"Emang kenapa? Eluh keganggu? Skip aja, susah amat sih!"
Duuh, nih orang ribet amat sih. Udah tau siang ini panas menyengat, jangan sampe hati ikutan panas juga.
"Atau eluh un-friend. Or un-follow....Gue nggak rugi nggak berteman ama eluh," kutantang matanya yang kemudian menyipit. "Lagian siapa yang minta pertemanan sih?" Jawabku emosi.
"Lagian kenapa di-confirm?" suaranya melunak.
"Tau ah, gelap. Mana gue inget!"
Aku duduk kembali, melanjutkan pekerjaanku mengedit sebuah naskah. Pekerjaanku harus selesai siang ini.
Makhluk itu masih berdiri, memandang kesibukanku.
"Temen FB gue sedikit. Jadi pas gue ada waktu untuk masuk ke akun gue, ya ampun....isi beranda gue isinya poto-poto eluh, poto-poto temen-temen eluh, poto-poto cerpen eluh."
"Eluh nggak ada kerjaan ya, selain update status eluh setiap jam sekali?"
Aku mendongak, memandang matanya yang ternyata berwarna kecoklatan.
"Kan udah gue bilang, un-friend aja. Gue nggak rugi. Beneran!"
"Oke!" Kemudian bayangannya menghilang.
Aku memandang sosoknya seraya bertanya-tanya. Tuh, makhluk nama akunnya apa ya? Aku kok lupa ya, ternyata berteman dengannya di dunia maya?
Aku segera membuka akunku. Ku-list daftar teman-temanku. Nama dan profilnya tidak ada. Apakah dia benar-benar menghapusku dari daftar pertemannya?
Kok aku merasa rugi sih? Padahal selama berteman, boro-boro aku 'ngeh' dengan kehadirannya. Selama ini pertemanan kami pasif. Tidak pernah memberikan komen atau respon apapun atas postingan yang kubuat.
Dan seingatku, rasanya tak pernah membaca postingan apapun darinya. Bisa jadi ia makhluk terpasif dalam dunia maya tersebut. Dan ia silent reader. Bisa jadi ia selalu membaca dan mengikuti semua postinganku.
Aku kok jadi GR ya? Tapi seneng....
Part #2
Dara betul-betul senewen. Nilai kimia organiknya bakal merah di raport kali ini. Bisa dibayangkan suara mama bakal naik 10 oktaf mengalahkan suara melengkingnya Mariah Carey.
Dan ia bisa bayangkan. Mama akan menahan laptopnya dan ia tidak boleh mengikuti kegiatan penulisannya baik di sekolah maupun di sebuah majalah remaja. Apapun bentuknya. Never!
Dara memandang wajah tua Pak Kun yang membosankan, berharap guru kimianya akan berbaik hati memberikan tambahan nilai untuknya.
Salah dia juga. Terlalu mengikuti semua deadline perlombaan penulisan yang ia ikuti beberapa bulan terakhir ini sehingga untuk pelajaran kimia betul-betul keteteran.
Untuk matematika, ia masih bisa ikuti. Fisika, not bad. Hanya kimia, nightmare baginya!
"Baiklah, Bapak akan memberikan nilai tambahan untukmu jika kamu bersedia mengikuti belajar tambahan kimia...."
"Saya akan ikut, Pak!" Potongnya semangat. Suara Pak Kun begitu lambat dan terdengar lemah di telinga Dara.
"Bukan dengan Bapak melainkan...."
Pak Kun menunjukkan sebuah nama. Gema Pratama. Ya, ampyuuun! Kenapa dia harus berhadapan dengan makhluk menyebalkan itu!
"Tidak ada pilihan lain, Pak?" Tawar Dara dengan penuh harap.
"Tidak ada!" Jawab Pak Kun tegas merontohkan jantung Dara. Dara terkesima. Andaikan nama itu bisa berganti dengan nama Afgan atau Petra, kedua penyanyi kesayangannya itu.
"Bapak kasih waktu sebulan. Jika tidak ada progress, maka nilai itu tidak akan berubah!" Vonis Pak Kun menakutkan itu telah menghantarkan langkahnya pada sebuah kelas yang kosong hanya ada seorang gadis pendiam yang sedang membaca buku.
"Gema sedang ke Ruang Sains. Katanya ada rapat," ujarnya seperti tak ingin diganggu.
Dara hanya mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Dia berharap rapat itu akan selesai dan ia bisa berbicara sebentar dengan Gema.
Walau rapat telah usai, namun beberapa pengurusnya masih asyik dengan laptopnya masing-masing. Entah apa yang dikerjakan.
Dara bergegas menuju ruangan pribadi Gema sebagai Ketua Divisi Sains.
Belum ia utarakan maksudnya, Gema sudah menoleh ke arahnya dengan wajah mencemoohkan.
"Nilai UAS bisa 60, yang bener aja! Kebanyakan update status sih...."
"Mau ngajarin nggak! Kalo nggak aku bakal bilang Pak Kun!" Ancam Dara setengah berani. Gema malah tertawa. Seumur hidup, Dara baru melihat senyum di bibirnya.
"Kok eluh yang ngancem sih! Yang ada perlu siapa?"
Dara tersadar. Dia lalu mencoba tersenyum. Untuk menunjukkan ke Gema bahwa ia memiliki senyum yang manis. Lumayan.
"Maaf. Aku betul-betul minta tolong...."
"Kayaknya nggak bisa. Aku sibuk. Ada beberapa kegiatan yang harus kuurus dan kuikuti. Cobalah mencari mentor yang lain," nadanya melunak. Menatap iba dengan wajah bening itu.
"Tidak bisa ya?" Dara tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia lalu meninggalkan ruangan Sains, yang diikuti oleh pandangan laki-laki itu terus-menerus.

Part #3 Aku betul-betul menyesal dulu mengikuti saran Mama untuk memilih jurusan IPA. Padahal jika di SMA Pertiwi memiliki jurusan Bahasa, tanpa mikir seribu kali aku akan memilih jurusan itu.
Sayang kedua orangtua dan kakak-kakakku lebih tertarik dengan bidang sains. Entah itu Pertanian, Penelitian, Kedokteran dan Farmasi. Seolah-olah bidang ilmu tersebut yang paling terbaik di dunia. Seperti Gema, yang tergila-gila dengan sains. Juara Olimpiade Sains, jago coding program, penelitian remaja dan sederet prestasi yang telah ia raih selama nyaris tiga tahun ia bersekolah di sana.
Sedangkan aku sebagai murid kelas satu, yang sok-sokan memilih jurusan IPA akhirnya malah menghadapi kebuntuan seperti ini.
Boro-boro mau juara Olimpiade, bisa mengerjakan hampir seluruh tugas yang diberikan Pak Kun udah seneng banget. Nah, ini dari 20 soal yang diberikan, baru tiga yang sudah dikerjakan tanpa bisa diprediksi kebenarannya.
Aku sudah berusaha keras menanyakan ke berbagai sumber. Kakak-kakakku yang smart dan cantik jelita tersebut, ke Mama, ke Papa, teman-temanku...tapi nihil! Mereka menyerah. Seolah-olah Pak Kun ingin 'menguji' ketahanan mentalku.
Browsing? Aku sudah mencobanya berjam-jam berselancar di dunia maya, tapi setali tiga uang. Zonk! Sampai aku kembali menghadapi kembali ke Pak Kun. Tapi beliau tidak mengubrisku. Malah aku harus mencari Gema.
Pak, Gema tuh nggak kemana-mana. Dia hanya 'beredar' di jagat sekolah. Kelasnya, kantin, perpus, ruang sains, lapangan basket, ruang OSIS sampai ke toilet. Apa aku harus membuntutinya sampai ke kamar mandi khusus cowok?
Duuuh, dengan gemasnya aku mencoret-coret kertas polos yang tak berdosa. Setumpuk buku kimia yang kupinjam di perpustakaan tidak berhasil memberikan setitik harapan dalam masalah yang tengah kuhadapi.
Tuhan, bisakah Kau biarkan aku menulis posting hari ini? Pintaku dengan seulas senyum.
Ya, mungkin lebih baik kubuka laptop untuk mendinginkan kepala yang tengah senewen.
"Oh, jadi gitu. Lebih baik update status ketimbang mengerjakan soal-soal itu. Pantesan Pak Kun memberikan soal yang super jelimet biar eluh kapok sih!"
Sebuah suara berat menghentikan gerakan tanganku. Kuangkat kepalaku. Duuh, kenapa mata coklat itu 'menyihirku' hingga membuatku tak berkutik.
"Nanti sore temui gue di Kafe Biru. Bawa buku dan catatan kimia eluh!"
Sesosok jangkung itu pergi membawa sejuta harapan dalam hidupku. Thanks' God!
Part #4
Dara sudah duduk manis di sudut Kafe Biru yang sudah disepakati. Dia ingin memesan segelas orange juice kesukaannya. Tapi dia menahan diri. Siapa tahu kakak kelasnya itu ingin memesan segelas minuman. Kopi misalnya.
Namun sudah sejam lewat, sosok itu tidak muncul juga. Ia tidak punya nomor kontak yang bisa dihubungi. Ingin melalui kotak pesan FB, bukankah mereka sudah tak berteman lagi.
Dara menghentakkan kakinya jengkel. Mama sudah missed call berkali-kali. Namun ia enggan memberikan kabar. Karena jika tahu ia pergi sendirian ke sebuah kafe, Mama akan melarangnya.
Dengan gerakan kasar, Dara memasukkan buku-bukunya kembali ke dalam tas ranselnya. Brengsek! Dia dikerjain oleh setan alas itu!
Dara membuka pintu kafe lesu. Senja telah berganti malam. Warnanya meredup. Mungkin seperti asa dalam hatinya, yang memadam setelah membias sesaat.
Ia lalu membuka sebuah aplikasi ojek online dan melakukan transaksi order. Dia berharap segera masuk ke kamarnya yang nyaman dan tidak keluar-keluar sampai esok pagi.
Ojek online-nya telah datang. Dara bergegas menghampiri dan meminta sopir membawanya pergi secepat mungkin. Ia tidak akan pernah tahu, Gema datang ke mejanya dan menemukan sebuah buku. Tugas kimianya yang tertinggal....
Part #5
Dara terbangun dari tidurnya yang tidak teramat nyenyak. Dia masih bete dan kesal. Walau memilih melupakan agar tidak teringat terus akan kejadian kemarin.
Untunglah Mama tidak banyak bertanya. Malah menghadiahkan segelas susu coklat hangat kesukaannya juga setangkup roti bakar keju.
Mungkin saatnya ia akan berterus terang bahwa ia akan berganti haluan: jurusan IPS. Tapi melihat Mama begitu bangga bercerita tentang mba Karin yang diterima Ass-Dos di FKU tempatnya menuntut ilmu membuat Dara mengurungkan maksudnya.
Pagi ini ia akan menghadap Pak Kun untuk meminta maaf tidak bisa mengerjakan keseluruhan soal yang diperintahnnya itu. Dengan resiko dia akan mendapatkan nilai apa adanya. Mungkin Mama akan memarahi habis-habisan. Mungkin laptopnya akan tersimpan dalam lemari Mama. Mungkin, ia tidak akan bertemu lagi dengan sosok jangkung tersebut....
"Terimakasih, Dara...Kau sudah mengerjakan tugas yang Bapak berikan dengan sangat baik. Bapak akan memberikan nilai tambahan untukmu," Pak Kun sudah menyambutnya dengan perkataan yang tidak ia pahami.
Sementara pandangannya tertuju pada sebuah buku bersampul coklat. Mengapa bukunya sudah ada di meja Pak Kun. Apakah bukunya tertinggal....dan Gema menemukannya?
"Belajarlah yang rajin, Dara. Bapak yakin kau bukan murid yang bodoh. Hidup adalah pilihan. Jika kau sudah memilih jurusan IPA, terimalah resiko dari pilihan yang kau pilih tersebut. Kita punya akal budi, maka pergunakanlah sebaik-baiknya," nasehat Pak Kun bijak. Dara hanya mengangguk dan undur diri.
Gema telah menyelamatkannya. Apakah ia harus mencari dan berterima kasih padanya. Mungkin Gema punya alasan tidak bisa menemuinya kemarin....

Part #6 Gema bengong melihat ada sekotak es krim rasa green tea di atas mejanya. Dia melongok. Hanya ada Sita, si kutu buku yang duduk di pojokan kelas.
"Sit, ini es krim siapa?" Tanya dengan nada keras. Sita kalo udah asyik baca buku, lupa dunia. "Buat eluh. Dari cewek cantik yang tempo hari nanyain eluh waktu lagi rapat kegiatan Sains," jawab Sita cepat dan kemudian asyik lagi melanjutkan bacaannya.
"Buat eluh aja deh, Sit. Pagi-pagi masak makan es krim," Gema menyodorkan kotak itu.
Sita mendongak. "Gue alergi es krim. Eluh kasih aja temen-temen eluh di Sains. Simpen di frezer kantin. Gitu aja kok repot sih," jawabnya males.
Duuh, kerjaan lagi! Gema menyeret langkahnya ke kantin. Pagi ini rencananya dia harus memeriksa hasil kerjaan anak-anak kelas satu yang mengajukan pendaftaran sebagai anggota baru The Sains.
Ketika memasuki kantin, ia hampir menabrak sesosok mungil yang tengah keluar. Wajahnya itu memandang Gema dengan penuh terimakasih.
"Kalo nggak suka es krim, bisa dikasih ke lainnya," Dara melirik kotak yang dibawa Gema.
"Mau nitip dulu ke Ibu Kantin. Pagi-pagi bisa sakit perut kalo makan es krim," ngeles Gema. Dara hanya mengangguk lalu pergi begitu saja meninggalkan wangi collage yang pernah disukai Gema.
Gema menggeleng kepalanya sedih. Duluuu, ketika ia berumur 10 tahun. Wangi tubuh adiknya yang baru lahir memenuhi hari-harinya.
Namun, sejak perceraian kedua orangtunya, dia jarang lagi bertemu dengan adik tercintanya itu.
Itu yang membuat ia tidak pernah paham dengan makhluk berjenis wanita. Baginya makhluk itu hanya membuat hidupnya sengsara.
Ibunya yang meninggalkan ia dan ayahnya begitu saja. Juga Om Edo yang harus patah hati bertahun-tahun karena tunangannya meninggalkannya pada hari pernikahan mereka.
Itu yang membuat Gema tidak mau berurusan dengan wanita alias cewek alias perempuan. Titik!

Part #7
Namanya Sita Mariana. Dara tidak menyangka jika ia berteman dengan kakak kelasnya itu, di FB.
Gadis berkulit pucat dengan rambut lurus kaku sebahu. Bertubuh tinggi sedikit kurus. Walau kutu buku, namun ia tidak mengenakan kacamata. Seperti identik gadis ber-kutu buku.
Tidak sengaja, ia melihat postingan di wall Sita berisi beberapa foto. Foto pertama seorang cowok tengah makan es krim, setengah melotot ketika tahu ia difoto.
Diberi caption: Es krimnya manis, semanis yang memberikannya...
Foto yang lainnya, cowok itu dengan pengurus The Sains lainnya. Sama-sama tengah menikmati es krim green tea, pemberiannya.
Dara lalu berselancar pada wall milik Sita tersebut. Dia tidak menyangka jika gadis itu cukup aktif meng-update statusnya. Yang paling banyak adalah, pemikiran-pemikiran gadis itu tentang banyak hal. Kehidupan, Tuhan sang pencipta, alam juga buku-buku yang sudah dibacanya. Beserta sedikit review-nya.
Tiba-tiba Dara kagum padanya. Dia jadi ingin mengenal jauh gadis itu. Dia lalu mengirimkan pesan via inbox.
Halo, Kak Sita, aku Dara, yang tempo hari....
Dara menghentikan tulisannya, namun sudah terlanjur di-enter.
Tak lama kemudian, muncul pesan balasan.
Kenal-lah. Siapa sih yang nggak kenal gadis kelas 1 yang sok sibuk dengan kegiatannya? Emoticon senyuman lebar.
Dara ikutan tersenyum.
Yang tempo hari nyariin Gema kan?
Aku disuruh Pak Kun, Kak. Soalnya aku harus mentoring ama dia...
Gema emang pinter sih. Sebeulnya dia nggak pelit ngajarin. Tapi kalo ama cewek rada cuek. Kecuali ama aku kali ya. tetangganya sejak kecil....
Jadi kakak tetangganya Gema?
Dara suprais.

Selasa, 15 Agustus 2017

I am a Writer


Penulis bernama asli Dian Novianti yang lebih dikenal dengan nama pena Dheean Reean. Selain penulis, berprofesi pula sebagai dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC).

Aktif di sosial media dengan akun: Facebook: dheean.reean. Blog: dearrian2001.blogspot.com & Happymom.blogspot.com. Instagram Dheean Reean.

Mulai terjun di dunia penulisan sejak tahun 1993 – 1997 dan kembali aktif menulis sejak tahun 2015. Selama aktif menulis, sudah ‘menelurkan’  48 karya berupa cerpen pendek bersegmen remaja yang dimuat di media Kawanku, Anita Cemerlang, Ceria Remaja dan majalah GADIS.

Tahun 1995 saya pernah memenangkan Lomba Penulisan Cerpen yang diadakan Majalah Anita Cemerlang yang berjudul : “Hidup Penuh Warna”.

Sudah menghasilkan sebuah novel berjudul “Bintang Kecil di Langit Biru” dan 4 (empat) buah Buku Kumpulan Cerpen Remaja dan Wanita Urban dan sebuah novel kolaborasi terbitan Elexmedia berjudul “Eternal Flame”.

Karya terbarunya berupa novel romantis yang berjudul: “A Heart’s Journey” dan Buku Kumpulan Cerpen Wanita: “Sepotong Kenangan”. Terakhir adalah Buku Kumpulan Puisi berjudul “KAU” yang terbit bulan September 2016.

Karya terbaru berupa sebuah novel romantis yang ditulis bersama puluhan penulis keren, novel kolaborasi tentang sebuah persahabatan dalam secangkir kopi, buku antologi Tentang Hujan dan buku kumpulan cerpen dengan tema "Good Mother".






AKTIVITAS DALAM DUNIA PENULISAN

Saya mulai terjun di dunia penulisan sejak tahun 1993 – 1997 dan kemudian vakum karena kesibukan kerja. Sejak tahun 2014, saya ingin kembali ‘mengasah’ kemampuan menulis saya. Saat ini buku saya yang sudah terbit adalah 2 buku bahan ajar kuliah yaitu: Analisa & Perancangan Sistem Informasi Pendekatan Terstruktur dan Perancangan Sistem Informasi Berorientasi Objek. Untuk buku fiksi sudah menerbitkan 1 novel dan 4 (empat) buah Buku Kumpulan Cerpen.
Selama saya aktif menulis, saya sudah ‘menelurkan’  48 karya. Tahun 1995 saya pernah memenangkan Lomba Penulisan Cerpen yang diadakan Majalah Anita Cemerlang yang berjudul : “Hidup Penuh Warna”.
Saat ini saya sedang menulis novel solo dan novel berantai dengan beberapa penulis wanita juga menjadi kontributor pada buku Kumcer bertema romantis yang diikuti 78 penulis wanita. Dan juga sebuah novel terbitan Elexmedia bersama 4 teman penulis wanita yang berjudul: Eternal Flame yang masih proses penerbitan.

      Komunitas Penulisan yang pernah saya ikuti adalah pada tahun 2013 yaitu “Ibu-Ibu Doyan Nulis” dimana merupakan komunitas ibu-ibu yang suka menulis dan berkarya dalam dunia menulis dan tahun 2013 saya mengikuti komunitas “Menulis Keren” mengenai komunitas penulisan cerpen koran dan cerpen majalag dan tahun 2014 saya mengikuti WOMEN SCRIPT COMMUNITY dan bertugas sebagai admin yang menangani program Writers To Writers yang membahas mengenai konstribusi tulisan member WSC yang akan dibahas bersama dalam forum.
Akhir tahun 2014, saya mencoba membuat kumpulan cerpen saya yang pernah dimuat di beberapa media massa melalui penerbitan indie dan dilanjutkan novel yang saya tulis hanya dalam waktu satu bulan karena mengejar promo yang ditawarkan penerbitan itu. Not bad, walau novel saya lumayan sederhana ceritanya tapi yang penting saya memiliki keberanian untuk memcoba menulis 200 halaman dalam waktu 30 hari, keren kan? Hehe, muji diri sendiri aja! Dan Alhamdulillah, responnya cukup baik karena ada juga yang bersedia membeli buku-buku saya yang akhirnya bisa menutupi biaya produksinya.
Awal tahun 2015, dan keajaiban itu datang berturut-turut ketika saya dinyatakan ‘lulus’ untuk mengikuti sebuah pelatihan penulisan novel romantis yang diadakan sebuah penerbit mayor, Elex Media. Dan Alhamdulillah, pengajuan outline novel kelompok saya lulus dan kami berhak untuk mewujudkan outline tersebut dalam bentuk novel romantis. Saya juga mengikuti analogi buku dengan tema cerita romantis di bulan November.

******

Senin, 14 Agustus 2017

DAUN-DAUN MENGERING





Daun-Daun Mengering.
Siklus alam selalu berganti
tunas-tunas tumbuh
di saat yang bersamaan,
daun-daun mengering
dan terbang tertiup angin.
Namun rantai kebaikan
tetap mengular 
dan berbalik pada pemiliknya.
Walau seperti daun-daun,
ia akan pergi,
namun kebajikan tetap meninggalkan jejak.
Serupa daun-daun,
yang ikhlas meninggalkan ranting
untuk tumbuh tunas-tunas baru
yang mengisi part selanjutnya.
Walau ia mengering dan mati,
jejak-jejaknya masih meninggalkan 
aroma senja yang basah...
Cirebon, 13 Agustus 2017

Sabtu, 06 Agustus 2016

Sebuah Nama.

Sebuah Nama.
Hanya sekilas, nama itu dikenal dan kemudian lupa. Mungkin ia telah terbang bersama angin. Masuk sebuah kotak bernama kenangan.
Namun, mengapa masih terselip di sela-sela kaca jendela. Mengetuk-ngetuk relung hati, seakan tak mau pergi.
Walau senja telah membawanya pergi entah kemana. Namun esok pagi, dia hadir kembali bersama sinarnya mentari. Menghangatkan hati yang telah beku.
Mungkin ia hanya sebuah nama. Namun tetap tidak mau pergi dan menyelinap masuk ke dalam sudut hati...

Minggu, 17 April 2016

Menanti Pagi


Apa yang diharapkan ketika senja telah datang? Apa sama dengan pengharapan yang lalu, ketika hari berganti temaram. Saatnya merangkaikan mimpi. Bermimpi tentang hari yang indah, tentang sebuah waktu yang bernama pagi yang memberikan wangi kopi dan harum bawang goreng menaburi sepiring nasi ulam.
Ketika kapal-kapal tua tidak lagi menjanjikan hasil, mungkin bermimpi adalah pelarian dari rasa kekecewaan yang menumpuk bertahun-tahun.
Ketika langit telah kelam, lantai kapal telah lembab oleh air laut, masih bisakah terpakai untuk merajut mimpi di atas bantal yang telah menipis.
Menanti pagi begitu indah, walau kenyataannya pahit.
Tidak ada secangkir kopi ataupun sepiring nasi ulam.
Hanya desiran angin yang menemani perut yang masih kosong sejak semalam...

Selasa, 29 Maret 2016

A HEART'S JOURNEY : MENUJU RELUNG HATI



Sinopsis Novel:
A Heart’s Journey: Menuju Relung Hati

Ketika kamu mencoba menghindar, mengapa pesonanya begitu kuat mengikatmu.
Kamu tidak bisa berlari atau bersembunyi dari bayangannya yang kerap menguasaimu setiap saat.
Adelia sadar, seseorang telah membawa hatinya entah kemana. Ketika sebuah perpisahan membuat mereka berjalan pada sebuah jalan yang sunyi.
Namun pada akhirnya sebuah garis hidup yang yang membawa mereka memasuki sebuah relung hati, setelah menempuh perjalanan panjang dan berliku.

Dan Fey baru menyadari bahwa relung hatinya hanya dapat terisi oleh Adelia.


BAB 2
SESUATU BERNAMA CINTA

September 2002
Feyza

Kami tengah tiduran di kamarku seraya ditemani lagu-lagu pop lama. Sebetulnya ini CD punya Kak Mela, yang kuambil dari kamarnya. Aku lihat ada sebuah lagu yang berjudul ‘September Ceria’, rasanya pas mewakili perasaanku saat ini.
            “Bah, kenapa lagu-lagu kau mellow kali, teman!” Bastian membuka matanya sedikit. Baru ‘ngeh’ rupanya dia. Sedari tadi matanya sudah terpejam setelah perutnya kekenyangan, setelah makan siang gratis di rumahku.
            “Biarin...kau tidur sajalah!”
            Kupandangi langit-langit kamar yang dihiasi paper wall bergambar bentuk-bentuk bangunan keajaiban dunia. Namun mengapa wajah itu muncul secara tiba-tiba. Sudah kukatakan, masih kalah cantik dengan jejeran primadona di sekolahku. Termasuk Angel.
            Namun mengapa, gadis itu sudah membuatku tidak bisa tidur nyenyak? Seakan wajah lembutnya dan kemanisan sikapnya sudah membuat organ-organ di tubuhku tidak berfungsi secara maksimal.
            Kulempar bola basket mungil ke ring basket di sudut kamar. Masuk! Kegaduhan yang membuat Bastian terbangun.
            “Ada apa dengan kau, teman? Gelisah kali kulihat!” Bastian bangkit menuju kulkas mini. Diambilnya dua kaleng coke.
            “Bas, menurutmu...antara dua anak baru itu, mana yang paling menarik?”
            Bastian bengong. Diberikannya sekaleng untukku. Langsung kubuka dan kuteguk seperti kehausan. Dia memandangku yang tidak biasanya siang ini. Seperti cacing kepanasan yang tidak tenang menikmati istirahatnya.
            “Jelas Angel-lah. Angel itu kan blasteran. Ternyata di Jakarta dia foto model. Tapi Adelia oke juga. Anaknya baik, pintar dan dia itu cerpenis remaja, keren! Karyanya udah bejibun banyaknya,” Bastian menikmati coke-nya.
            “Angel dan Adelia, bagai bumi dan langit. Angel borju, Adel sederhana. Simpel. Namun kerendahan hatinya telah mengangkat ketinggian budinya,” Bastian berfilsafat.
            “Tumben kali omongan kau. Sok bermutu, Bah!” kulirik dengan wajah tak rela.
            “Jadi siapa yang kau taksir, Angel atau Adel?”
            Bastian cengar-cengir.
            “Kalau boleh milih, aku Adel ajalah. Kalau kau suka Angel, kau ambillah!”
            Aku tak menjawab, malah beranjak ke kamar mandi. Kubasahi tubuhku. Berharap bayangannya lenyap. Kudengar Bastian pamit pulang. Namun, aku hanya menjawab sambil lalu.
Bayangan itu semakin kuat mengikatku! Kulempar shower ke bak mandi dengan kesal.


BAB 4
BERPISAH

Februari 2003
Adelia

Aku tahu, hubungan ini pasti akan berakhir. Entahlah, kami merasa terlalu muda untuk merancang masa depan bersama. Kami masih memiliki sebuah mimpi yang butuh waktu yang cukup panjang untuk mewujudkan.
            Pada akhirnya, orang tuaku mengetahui hubungan ini. Para tetangga depan kompleks yang curiga terhadap laki-laki muda berseragam SMA atau berbusana bebas selalu setia menungguku di depan sebuah warung. Salah satu dari mereka mengabarkannya kepada Mama dan terdengar juga oleh Papa.
            Semalaman aku diadili, persis seorang terdakwa yang melakukan sebuah kesalahan besar.
            Akhirnya, aku berkata jujur pada mereka. Papa tentu murka, karena dianggapnya sudah mencoreng nama baiknya, karena melakukan hubungan sembunyi-sembunyi dengan seorang laki-laki.
            “Mau simpan dimana muka Papa, Adel. Kau ini anak tentara, harusnya kau bisa memberikan contoh yang baik sebagai anak tentara. Ini kau malah memalukan nama Papa dan Mama. Buat apa kau dijemput dan diantar depan warung, seperti cewek tidak benar saja kau...”
            “Pa, ini atas kehendak Adel. Adel yang tidak mau membawanya ke rumah ini, karena Adel tahu, Papa dan Mama tidak akan setuju...”
            “Iya-lah tidak setuju! Kau sebentar lagi mau ujian akhir, bukannya belajar yang benar, malah pacaran!”
            Blam! Papa murka dan membanting pintu kamarnya. Aku hanya tertunduk tak berdaya. Mama selalu mengelus rambutku jika dilihatnya aku sedih atau galau.
            “Kamu sabar ya, Del. Kamu kan tahu sendiri, gimana Papamu itu. Perkataannya tidak bisa dibantah. Kamu masih muda, Del. Jalanmu masih panjang. Banyak yang bisa kamu raih. Katanya kamu mau jadi jurnalis, mau jadi penulis juga. Iya kan?” Suara Mama terdengar lembut. Aku hanya mengangguk.
            “Sekarang kamu fokus dengan studimu. Mumpung masih ada waktu untuk mempersiapkan ujian akhir dan persiapan masuk perguruan tinggi negeri. Mama hanya berdoa, semoga Tuhan memberikan jalan yang terbaik.”
            Aku tahu, Mama memang tidak menyuruhku untuk memutuskan hubungan dengan Fey. Namun dari kata-katanya barusan, aku tahu apa yang tersirat dari nasehatnya itu.

*****