Senin, 26 Januari 2015

BAHAGIA




Rasakan aliran hangat yang mengalir dalam darahmu, dia akan menyembunyikan debaran dalam dadamu ketika kau ingat senyumnya yang diberikan untukmu di senja itu.
Pipi putihmu akan diwarnai pemerah alami ketika langkah-langkah kakinya mendekatimu.
Kau tak bisa berlari, tak bisa menghindar.
Betapa kau menginginkan moment ini. Namun langkahmu terasa beku.
Kau hanya menunggu, dia mendekat padamu.
Debaran dadamu semakin ketara, namun kau sudah bisa tersenyum, bahagia...

PULANG




Pulanglah, Nak...
Senja sebentar lagi datang
menghampiri kita dalam kebingungan.
Langkah kita pun semakin berat,
memandang dari kejauhan
rumah kita yang tenggelam pepohonan.
Mungkin sudah tersedia di atas meja
nasi urap kesukaanmu,
yang dihidangkan emakmu.
Mungkin hanya itu tersedia,
untuk energi esok hari.
Air mata ini sudah kering,
terombang-ambing dalam ketidakpastian.
Mereka tak akan tahu,
bahwa emakmu tidak punya beras
dan gula untuk menyeduh teh esok pagi.
Jadi nikmati saja,
pohon-pohon tebu yang bergoyang ditiup angin
dan rasakan aromanya
sebagai pengganti gula
dalam cangkir tehmu esok pagi...

Senin, 19 Januari 2015

MARI MENARI



Mari menarikan jari-jarimu di atas tuts-tuts keyboard.
Ceritakan tentang kegundah-gulanaanmu
tentang seseorang yang menarik hatimu.
Biarkan saja jari-jari itu menari,
mencurahkan perasaanmu, lewat kata demi kata.
Biarkan saja dia dia tidak mengetahui isi hatimu,
yang penting kau sudah puas menari lewat jari jemari lentikmu,
lewat kata-kata yang kau rangkai dengan indah.
Teruslah menari, hingga hatimu puas
dan kau dapat menarik nafas lega.
Bisa jadi, 
sedetik kemudian 
hatimu pun akan menari-nari
jika kau mengingat kenangan manis bersamanya.
Teruslah menari, dengan indah...

Minggu, 18 Januari 2015

RENTANG JARAK




Kupikir dulu,
rentang sebuah jarak yang memisahkan kita
menjadi dua part yang berbeda,
hidupmu dan hidupku sendiri.
Puluhan tahun kita jalani tanpa ada sedikit pun kabar berita.
Namun kini,
rentang jarak itu semakin dekat,
namun tetap ada sebuah dinding pemisah,
yang membagi dua part,
kehidupanmu dan kehidupanku sendiri.
Hari-hari kita lalui dalam kebisuan.
Mungkin Tangan Tuhan
yang kelak akan memperpendek kembali sebuah rentang jarak ini.
Namun apakah akan mempengaruhi pagi-pagi kita esok?
Jika sebuah dinding pemisah
masih begitu kuat membuat sebuah diksi untuk hidup kita
dan kita jalani tanpa warna-warni kehidupan yang lalu....

Selasa, 13 Januari 2015

Seperti Butiran Pasir





Dia menghilang bagai butiran pasir yang tersapu oleh gelombang ombak. Betapa terkadang aku merindukan kehadirannya. Suaranya bagai menggema di tengah lautan, apakah dia tengah bercanda dengan ribuan camar yang beterbangan di atas laut biru yang senja ini terlihat tenang permukaanya. Setenang itukah dirimu dalam menyimpan rapat-rapat rahasia hatimu. Hingga sampai detik ini, aku tak akan pernah tahu apa yang tersembunyi di balik senyum misterimu.
Kau datang dan pergi, seperti senja yang kini akan pergi. Dan aku harus melepaskannya, seperti aku melepaskan harapan yang kosong padamu. Namun, esok senja itu akan datang dengan memberikan warna yang indah, dan aku akan terpukau pada keindahannya. Seperti aku yang tak bisa lepas dari pesonamu yang kian menjeratku. Tapi itu dulu. Hanya sebuah kisah usang yang tak perlu ditata ulang kembali...

Selasa, 06 Januari 2015

RUMAH KITA





Sebuah rumah tanpa jendela, tanpa ubin keramik.
Jika pagi, kita biarkan pintu terbuka lebar,
agar udara segar masuk, menyeruak isinya yang terasa pengap.
Rumah yang kala malam, hanya ditemani batangan lilin,
kita bisa memandangi kumpulan bintang kecil di pojok langit
dari pintu yang masih terbuka lebar,
mengundang laron-laron masuk untuk bersuka ria
di atas lilin-lilin kita.
Kita titipkan mimpi itu, pada bintang-bintang kecil itu,
mimpi tentang sepiring nasi pulen dengan hiasan lauk di atasnya
dan sebuah kasur empuk, tempat kita mereda asa.
Mari kita nikmati saja, secangkir kopi pahit tanpa sesendok gula,
mungkin saja, besok kita bisa menikmati potongan-potongan ubi hangat
sebagai energi kita menapaki hari yang semakin berat dijalani.
Namun kehidupan masih harus berputar,
mungkin saat ini kita masih ada di posisi terbawah,
namun bisa jadi, hari-hari mendatang kita akan berada pada titik teratas...

HUJAN SORE INI





Aku benci hujan,
benci dengan kemalangan yang kualami jika hujan tiba.
Mengingat kembali peristiwa yang ingin kukubur dalam-dalam.
Kehilanganmu, di saat senja menjelang, hujan turun dengan deras.
Aku segera berlari menghindarinya,
namun rinaiannya yang tiada henti,
telah menyergapku tanpa ampun,
hingga kuterkepung dalam aromanya
aroma hujan, yang terkadang membuatku kangen.
Tapi dengan kenangan pahit itu,
telah membuatku bergegas menghindarinya.
Sampai seseorang menabrakku,
dia adalah sosok asing yang dikirim Tuhan
dari negeri Antar Berantah.
Aromanya mengingatkanku,
pada sebuah benda yang telah kusimpan dalam-dalam
pada sebuah kotak yang bernama: kenangan...

Only Hope


Mungkin yang tersisa hanya setitik harapan / mari genggam, agar tidak terjatuh / dalam beban hidup yang semakin berat / hanya ini yang tersisa, mari nikmati.
Hari baru, pagi baru / namun isinya sama saja / betapa susah menghirup udara segar di bumi pertiwi ini.
Mari nikmati segelas kopi pahit / karena ini yang masih tersisa / sebagai sumber energi / agar dapat menjalani hari dengan kekuatan hati. 
Sabarlah, karena kita masih ada sepotong asa / hanya ada harapan / harta berharga di rumah ini, yang kita miliki / tidak bisa kita gadaikan, di rumah pegadaian itu / ya sudahlah, kita simpan saja, dalam sebuah kotak kayu yang sudah usang...