Rabu, 24 September 2014

Bahagia Tanpamu





Aku lagi ngegosip ketawa–tawa dengan anak-anak Zero lainnya.Ketika Hanung datang aku segera pamit diiringi tawa mereka yang tidak ada habis habisnya.

“Dit, jangan lupa besok siaran lagi !” Teriak Jadid mengingatkan. Aku hanya mengangguk dari balik mobil Hanung. Hanung diam, mengemudikan mobil tanpa banyak bicara. Kuhela napas, jengkel dia pasti marah. Entah karena apa.

Kuputar gelombang radio. Suara renyah Nitra terdengar. Aku tersenyum. Betapa menyenangkan kehidupan penyiar itu. Seperti kehidupanku dan teman teman di studio ‘Zero-Zero. Akrab, penuh canda, full gosip tapi juga serius siaran.

Tanpa sebab Hanung mematikan radio. Suara Nitra menghilang seketika. Kulirik tampang bekunya. Dia seperti tidak merasa bersalah. Ugh!
“Sampai jam berapa tadi malam kau siaran? Tengah malam kan?” Suaranya lebih terdengar menghakimi terdakwa ketimbang nada bertanya.

Aku diam. Percuma menjawab. Toh dia telah menjawabnya sendiri.
“Dit, kau sudah tau kalau aku nggak suka kamu siaran seenaknya. Kau pikir kupingku nggak sakit dengerin kamu ketawa - ketawa dengan Diki?”

Nggak usah didengerin dong, sahutku dalam hati. Aku tak dapat membayangkan jika kata – kata itu tercetus, mungkin perang segera meletus.
“Terus terang orang tuaku nggak suka kamu kerja kaya kalong begitu”.
Ugh, apa peduli dengan orang tuanya. Memangnya mereka yang biayain kuliah ku. Apa mentang mentang mereka orang tua Hanung, seenaknya aja main larang?

“Dit, kita sama-sama tau orang tuaku nggak gitu menyetujui hubungan kita”, suara Hanung melunak. ”Cobalah kamu usahain gimana caranya mengambil simpatiknya”

“Dengan keluar dari Zero-zero?”
Hanung menghela napas yang terdengar berat. ”Aku tahu itu akan sulit kamu lakukan. Tapi terus terang, Dit, nggak ada pilihan lain. Aku udah terlalu capek menghadapi omongan mamaku mengenai pekerjaanmu dan juga ada perasaan nggak rela kamu bercanda seenaknya di udara. Entah dengan Diki, Jadid, Dedi dan entah dengan siapa lagi. Terpaksa aku meminta jawaban tegasmu. Pilih dunia siaranmu atau aku.”

Terkejut kupandangi wajahnya. Rasanya tak percaya Hanung akan berkata seperti itu. Betapa teganya dia . Harusnya dia tahu siaran adalah dunia yang amat kusukai. Dan dirinya juga adalah tambatan hatiku. Keduanya sama berat. Dan aku harus memilih salah satunya, betapa tidak adil!

“Dit, maafkan aku,” mobilnya telah berhenti didepan rumahku. Tanpa berkata kata aku keluar dari mobilnya.
Rasanya ada yang menyesak dalam dadaku.


“Duile, tuh muka dilipet lipet-lipet kayak benang kusut aja,” ledek jadid diiringi koor anak-anak ‘Zero-Zero’ lainnya. Namun aku tidak peduli. Tetap jalan terus menuju ruang ‘On Air’ .

“Are you Okay?” Riri menyusulku. Aku tak menyahut. Sibuk mempersiapkan jam siaranku yang tinggal lima menit lagi.

“Perlu kubantu , Dit?” Riri mentapku lama.
“Nggak...nggak usah, Ri thanks,” kucari kaset-kaset yang akan kuputar dalam acara An Hour. Yah, cuma sejam. Setelah itu minggat dari studio tanpa kumpul-kumpul lagi

“Benny nggak masuk terpaksa kamu kerja sendiri.”
Aku tahu kepalaku mengangguk teratur, lalu aku berpaling ke arahnya, “Tolong tinggalkan aku sendiri.”

“Oke, Riri menutup pintu pelan. Kuhela napas berat. Rasanya aku badmood. Namun aku tetap harus siaran.

“Selamat siang kawula muda. Ditta kembali hadir nemenin istirahat kamu walau hanya satu jam. Dan ini  tembang pembuka jumpa kita dari Mega Star Michael Jackson, YOURE NOT ALONE”.

Aku lebih banyak memutar lagu-lagu ketimbang ngoceh dengan nada riang seperti yang sering kulakukan. Namun aku tidak peduli aku.

Telepon berdering nyaring. Menggema bercampur dengan suara Sade. Tanpa berdiri hanya memutar kursi, kuangkat telepon.

“Hallo, Ditta? Dit, kenalin aku Ferdi orang yang ngefans ama suara kamu. Cuma kenapa sih siaran kamu aneh siang ini. Nggak biasanya deh. Kaya bukan Dita aja. Ayo dong mana Dita yang aku kenal.”

Aku terdiam kelam lidah kurasakan kelu. Sementara suara Sade hampir aja usai.

“Thanks, Fer. Bakal aku perhatiin, bye!” Bergegas kukenakan headphone dan kuturunkan tune tape pertama.

“Siang ini Ditta pingin ngirimin lagu ‘Remember me this Way’ soundtrack film Cesper untuk Ferdi yang barusan aja telepon. Thank banget deh untuk atensi kamu.”
Kepalaku makin mumet. Lagu itu kesukaan Hanung ketika nonton film Cesper di Twenty One dua minggu yang lalu. Tapi siapa yang menyangka dua minggu pula kami tidak pernah ketemu lagi?

Kutinggal ruang ‘On Air’ begitu acara usai. Nitra dan Tina yang tugas di program acara berikutnya.

“Suntuk banget , Dit?” Sapa Rahmat di kantin studio.

“Capek aja,” kuambil teh botol dari kulkas. Rahmat lalu pamit karena tugas operator di acara Nitra dan Tina.

“Nih, orangnya dicariin juga dari tadi,” Riri duduk disampingku. Disambarnya teh botolku dan diteguknya sampai habis. ”Nice” lirikku pura–pura marah. Riri Cuma nyengir.

“Ntar malem mau kemana, Dit?” Tanya Nella.

“Malam minggu yah?” Tanyaku bego dengan pikiran menerawang.

“Dit, kita ngumpul-ngumpul dirumah Riri yoook! Kebetulan ortunya lagi ke Pontianak. Kita nginep. Begadang sambil ngegosip apaan aja.” Usul Ping-ping

“Aku..?”

“Udah deh gak usah kebanyakan mikir. Pokonya ntar malem jangan ada yang ngedate ama pacarnya masing-masing. Malam kita bersama. Memperingati....” Linda terdiam mencari kata kata.

“Putusnya Ditta dengan Hanung,” kata Riri spontan. Entah mengapa aku malah tersenyum. Mungkin melihat wajah innocent itu yang selalu kelihatan ceria. Seperti tidak punya problem apa apa dalam hidupnya.

“Mungkin aku mau siaran aja.”
       
“Again?” Mata bagus Nella melotot .
“Why not? ” balasku cepat. Ping-Ping dan Linda kompakkan menggelengkan kepala.

“Dit, nggak bagus loh, kalau kamu melampiaskan rasa kecewamu dengan kerja. Hasilnya juga nggak akan oke. Terlalu maksa,” nasihat Riri lembut.

“Ayolah, Dit. Masak sih kamu tega batalin acara yang udah kami rancang. Aku terpaksa ngerayu ngerayu Dedi supaya nonton filmnya minggu sore aja,” Nella mentapku penuh harap.

“Iya, Dit. aku juga terpaksa nolak ajakan Wendy nyobain es krim di Kafe Mutiara,” Linda nyambung gak mau kalah.

“Aku juga....”

“Kamu sih karena Adi ngedaki Gunung Poteng, Ri,”potong Ping-Ping  tertawa sambil menjitak kepala Riri. Gemas melihat wajah kekanak-kanakan itu.

“Dit aku juga pernah ngerasain gimana rasanya sakit hati. Waktu Boy nyeleweng ama Meci, kok tega sih? Padahal demi dia aku rela perang dingin dengan ortu karena mereka nggak setuju aku pacaran dengan Boy. Tapi ternyata...”mata Ping-Ping berkaca-kaca, refleks kupeluk gadis bermata sipit itu.
“Oke,  aku ikut!”
“Nah gitu dong!” Sahut mereka kompak.”

Kutatap kalender bergambar Snoopy hadiah dari Riri waktu dia ke Singapura. Genap  tiga bulan aku putus dengan Hanung. Memang tidak begitu terasa. Kesibukanku siaran di ‘Zero-Zero, keempat sahabatku yang selalu aja ada ide untuk bikin acara bersama. Rujakan dirumah Nella, nonton Twenty One, nongkrong ditoko kaset Duta Suara atau shopping ke Pontianak.

Liburan panjang ini kami habiskan bersama. Namun setelah liburan usai, kami akan sibuk sendiri - sendiri.

“Nih, orangnya datang!” Teriak Hendri begitu kubuka pintu studio .
“Ada apa , mau bagiin rejeki yah?”

“Ugh!” Benny si tukang jail itu nyambitku dengan kulit kacang.

“Kita mau ngerayain acara Tahun Baru di Gunung Potong,“ kata Diki.

“Banyak yang harus kita renung bersama,” tampang Ibrahim pura-pura serius.

“Sok ah!“ Kujitak kepalanya sambil tersenyum melihat si tukang ngocol itu sok serius.

“Misalnya gimana caranya ngerubah kamu jadi anak baik-baik, Dit,“ ledek Benny jail diiikuti koor panjang. Brengsek! Gantian kusambit dengan kulit kacang ke arahnya.

“Aduuuh, udah lama banget nih nggak naik gunung, kangen juga,” ujarku tanpa dapat menyembunyikan kebahagianku.

“Kasihaaan anak yang malang,” Jadid mengusap-usap rambutku. Dasar!

Sore ini kami rapat untuk bikin acara  Tahun Baru di Gunung Poteng. Semua personil ‘Zero-Zero lengkap. Jadid, Sheila, Iir, Nella, Erni, Ping-Ping, Linda, Nitra dan Tina. Sedangkan Nella siaran di acara “Buat Kamu” dibantu Dedi sebagai operator.

“Dit, section berikutnya! Musik Senja” Teriak Nella. Aku bergegas masuk diiikuti Benny. “Langsung openning aja, Dit, lagunya udah aku siapin kok,” kata Benny.

Aku menurut saja. Kukenakan headphone dan menurunkan tune tape pertama. Lagu pembuka acara ‘Musik Senja’ menghilang.

“Selamat sore kawula muda. Kita jumpa lagi dalam acara Musik Senja. Sore ini Ditta ditemenin ama Benny yang punya lagu lagu bagus. Seperti lagu ini yang udah disiapin special buat kamu...,”kunaikkan tune tape kedua. Suara bass Katon yang khas terdengar. Lagu dari Kla, ‘Bahagia Tanpamu’.
“Nyindir yah, Ben?”Teriakku bersaing dengan suara Katon.
“Tapi suka kan? Lagu bagus lho, Dit!” Tanpa sadar aku mengangguk. Telepon lalu berdering nyaring. Kuterima telepon mereka memenuhi pesanan lagu, menemani ngobrol, berbagi info seputar kehidupan kampus dan..... kehidupanku dimulai lagi. Tentunya lebih berwarna.


*****

0 komentar:

Posting Komentar