Aku
lagi ngegosip ketawa–tawa dengan anak-anak Zero lainnya.Ketika Hanung datang
aku segera pamit diiringi tawa mereka yang tidak ada habis habisnya.
“Dit, jangan lupa besok siaran lagi !” Teriak
Jadid mengingatkan. Aku hanya mengangguk dari balik mobil Hanung. Hanung diam, mengemudikan
mobil tanpa banyak bicara. Kuhela napas, jengkel dia pasti marah. Entah karena
apa.
Kuputar gelombang radio. Suara renyah Nitra
terdengar. Aku tersenyum. Betapa menyenangkan kehidupan penyiar itu. Seperti
kehidupanku dan teman teman di studio ‘Zero-Zero. Akrab, penuh canda, full
gosip tapi juga serius siaran.
Tanpa sebab Hanung mematikan radio. Suara Nitra
menghilang seketika. Kulirik tampang bekunya. Dia seperti tidak merasa
bersalah. Ugh!
“Sampai jam berapa tadi malam kau siaran? Tengah
malam kan?” Suaranya lebih terdengar menghakimi terdakwa ketimbang nada
bertanya.
Aku diam. Percuma menjawab. Toh dia telah
menjawabnya sendiri.
“Dit, kau sudah tau kalau aku nggak suka kamu
siaran seenaknya. Kau pikir kupingku nggak sakit dengerin kamu ketawa - ketawa
dengan Diki?”
Nggak usah didengerin dong, sahutku dalam
hati. Aku tak dapat membayangkan jika kata – kata itu tercetus, mungkin perang
segera meletus.
“Terus terang orang tuaku nggak suka kamu
kerja kaya kalong begitu”.
Ugh, apa peduli dengan orang tuanya. Memangnya
mereka yang biayain kuliah ku. Apa mentang mentang mereka orang tua Hanung, seenaknya
aja main larang?
“Dit, kita sama-sama tau orang tuaku nggak
gitu menyetujui hubungan kita”, suara Hanung melunak. ”Cobalah kamu usahain
gimana caranya mengambil simpatiknya”
“Dengan keluar dari Zero-zero?”
Hanung menghela napas yang terdengar berat. ”Aku
tahu itu akan sulit kamu lakukan. Tapi terus terang, Dit, nggak ada pilihan
lain. Aku udah terlalu capek menghadapi omongan mamaku mengenai pekerjaanmu dan
juga ada perasaan nggak rela kamu bercanda seenaknya di udara. Entah dengan Diki,
Jadid, Dedi
dan entah dengan siapa lagi. Terpaksa aku meminta jawaban tegasmu. Pilih dunia
siaranmu atau aku.”
Terkejut
kupandangi wajahnya. Rasanya tak percaya Hanung akan berkata seperti itu. Betapa
teganya dia . Harusnya dia tahu siaran adalah dunia yang amat kusukai. Dan
dirinya juga adalah tambatan hatiku. Keduanya sama berat. Dan aku harus memilih
salah satunya, betapa tidak adil!
“Dit,
maafkan aku,” mobilnya telah berhenti didepan rumahku. Tanpa berkata kata aku
keluar dari mobilnya.
Rasanya
ada yang menyesak dalam dadaku.
“Duile,
tuh muka dilipet lipet-lipet kayak benang kusut aja,” ledek jadid diiringi koor
anak-anak ‘Zero-Zero’ lainnya. Namun aku tidak peduli. Tetap jalan terus menuju
ruang ‘On Air’ .
“Are
you Okay?” Riri menyusulku. Aku tak menyahut. Sibuk mempersiapkan jam siaranku
yang tinggal lima menit lagi.
“Perlu
kubantu , Dit?” Riri mentapku lama.
“Nggak...nggak
usah, Ri thanks,” kucari kaset-kaset yang akan kuputar dalam acara An Hour.
Yah, cuma sejam. Setelah itu minggat dari studio tanpa kumpul-kumpul lagi
“Benny
nggak masuk terpaksa kamu kerja sendiri.”
Aku
tahu kepalaku mengangguk teratur, lalu aku berpaling ke arahnya, “Tolong
tinggalkan aku sendiri.”
“Oke,
Riri menutup pintu pelan. Kuhela napas berat. Rasanya aku badmood. Namun aku tetap
harus siaran.
“Selamat
siang kawula muda. Ditta kembali hadir nemenin istirahat kamu walau hanya satu
jam. Dan ini tembang pembuka jumpa kita
dari Mega Star Michael Jackson, YOURE NOT ALONE”.
Aku
lebih banyak memutar lagu-lagu ketimbang ngoceh dengan nada riang seperti yang
sering kulakukan. Namun aku tidak peduli aku.
Telepon
berdering nyaring. Menggema bercampur dengan suara Sade. Tanpa berdiri hanya
memutar kursi, kuangkat telepon.
“Hallo,
Ditta? Dit, kenalin aku Ferdi orang yang ngefans ama suara kamu. Cuma kenapa sih
siaran kamu aneh siang ini. Nggak biasanya deh. Kaya bukan Dita aja. Ayo dong
mana Dita yang aku kenal.”
Aku
terdiam kelam lidah kurasakan kelu. Sementara suara Sade hampir aja usai.
“Thanks,
Fer. Bakal aku perhatiin, bye!” Bergegas kukenakan headphone dan kuturunkan
tune tape pertama.
“Siang
ini Ditta pingin ngirimin lagu ‘Remember me this Way’ soundtrack film Cesper
untuk Ferdi yang barusan aja telepon. Thank banget deh untuk atensi kamu.”
Kepalaku
makin mumet. Lagu itu kesukaan Hanung ketika nonton film Cesper di Twenty One
dua minggu yang lalu. Tapi siapa yang menyangka dua minggu pula kami tidak
pernah ketemu lagi?
Kutinggal
ruang ‘On Air’ begitu acara usai. Nitra dan Tina yang tugas di program acara
berikutnya.
“Suntuk
banget , Dit?” Sapa Rahmat di kantin studio.
“Capek
aja,” kuambil teh botol dari kulkas. Rahmat lalu pamit karena tugas operator di
acara Nitra dan Tina.
“Nih,
orangnya dicariin juga dari tadi,” Riri duduk disampingku. Disambarnya teh
botolku dan diteguknya sampai habis. ”Nice” lirikku pura–pura marah. Riri Cuma
nyengir.
“Ntar
malem mau kemana, Dit?” Tanya Nella.
“Malam
minggu yah?” Tanyaku bego dengan pikiran menerawang.
“Dit,
kita ngumpul-ngumpul dirumah Riri yoook! Kebetulan ortunya lagi ke Pontianak. Kita
nginep. Begadang sambil ngegosip apaan aja.” Usul Ping-ping
“Aku..?”
“Udah
deh gak usah kebanyakan mikir. Pokonya ntar malem jangan ada yang ngedate ama
pacarnya masing-masing. Malam kita bersama. Memperingati....” Linda terdiam
mencari kata kata.
“Putusnya
Ditta dengan Hanung,” kata Riri spontan. Entah mengapa aku malah tersenyum. Mungkin
melihat wajah innocent itu yang selalu kelihatan ceria. Seperti tidak punya
problem apa apa dalam hidupnya.
“Mungkin
aku mau siaran aja.”
“Again?”
Mata bagus Nella melotot .
“Why
not? ” balasku cepat. Ping-Ping dan Linda kompakkan menggelengkan kepala.
“Dit,
nggak bagus loh, kalau kamu melampiaskan rasa kecewamu dengan kerja. Hasilnya
juga nggak akan oke. Terlalu maksa,” nasihat Riri lembut.
“Ayolah,
Dit. Masak sih kamu tega batalin acara yang udah kami rancang. Aku terpaksa
ngerayu ngerayu Dedi supaya nonton filmnya minggu sore aja,” Nella mentapku
penuh harap.
“Iya,
Dit. aku juga terpaksa nolak ajakan Wendy nyobain es krim di Kafe Mutiara,” Linda
nyambung gak mau kalah.
“Aku
juga....”
“Kamu
sih karena Adi ngedaki Gunung Poteng, Ri,”potong Ping-Ping tertawa sambil menjitak kepala Riri. Gemas
melihat wajah kekanak-kanakan itu.
“Dit
aku juga pernah ngerasain gimana rasanya sakit hati. Waktu Boy nyeleweng ama Meci,
kok tega sih? Padahal demi dia aku rela perang dingin dengan ortu karena mereka
nggak setuju aku pacaran dengan Boy. Tapi ternyata...”mata Ping-Ping berkaca-kaca,
refleks kupeluk gadis bermata sipit itu.
“Oke,
aku ikut!”
“Nah
gitu dong!” Sahut mereka kompak.”
Kutatap
kalender bergambar Snoopy hadiah dari Riri waktu dia ke Singapura. Genap tiga bulan aku putus dengan Hanung. Memang
tidak begitu terasa. Kesibukanku siaran di ‘Zero-Zero, keempat sahabatku yang
selalu aja ada ide untuk bikin acara bersama. Rujakan dirumah Nella, nonton Twenty
One, nongkrong ditoko kaset Duta Suara atau shopping ke Pontianak.
Liburan
panjang ini kami habiskan bersama. Namun setelah liburan usai, kami akan sibuk
sendiri - sendiri.
“Nih,
orangnya datang!” Teriak Hendri begitu kubuka pintu studio .
“Ada
apa , mau bagiin rejeki yah?”
“Ugh!”
Benny si tukang jail itu nyambitku dengan kulit kacang.
“Kita
mau ngerayain acara Tahun Baru di Gunung Potong,“ kata Diki.
“Banyak
yang harus kita renung bersama,” tampang Ibrahim pura-pura serius.
“Sok
ah!“ Kujitak kepalanya sambil tersenyum melihat si tukang ngocol itu sok
serius.
“Misalnya
gimana caranya ngerubah kamu jadi anak baik-baik, Dit,“ ledek Benny jail
diiikuti koor panjang. Brengsek! Gantian kusambit dengan kulit kacang ke
arahnya.
“Aduuuh,
udah lama banget nih nggak naik gunung, kangen juga,” ujarku tanpa dapat
menyembunyikan kebahagianku.
“Kasihaaan
anak yang malang,” Jadid mengusap-usap rambutku. Dasar!
Sore
ini kami rapat untuk bikin acara Tahun Baru
di Gunung Poteng. Semua personil ‘Zero-Zero lengkap. Jadid, Sheila, Iir, Nella,
Erni, Ping-Ping, Linda, Nitra dan Tina. Sedangkan Nella siaran di acara “Buat Kamu”
dibantu Dedi sebagai operator.
“Dit,
section berikutnya! Musik Senja” Teriak Nella. Aku bergegas masuk diiikuti Benny.
“Langsung openning aja, Dit, lagunya udah aku siapin kok,” kata Benny.
Aku
menurut saja. Kukenakan headphone dan menurunkan tune tape pertama. Lagu pembuka
acara ‘Musik Senja’ menghilang.
“Selamat
sore kawula muda. Kita jumpa lagi dalam acara Musik Senja. Sore ini Ditta
ditemenin ama Benny yang punya lagu lagu bagus. Seperti lagu ini yang udah
disiapin special buat kamu...,”kunaikkan tune tape kedua. Suara bass Katon yang
khas terdengar. Lagu dari Kla, ‘Bahagia Tanpamu’.
“Nyindir
yah, Ben?”Teriakku bersaing dengan suara Katon.
“Tapi
suka kan? Lagu bagus lho, Dit!” Tanpa sadar aku mengangguk. Telepon lalu
berdering nyaring. Kuterima telepon mereka memenuhi pesanan lagu, menemani
ngobrol, berbagi info seputar kehidupan kampus dan..... kehidupanku dimulai
lagi. Tentunya lebih berwarna.
*****
0 komentar:
Posting Komentar