Anet melewati sosok jangkung itu dengan dada berdebar
kencang. Tanpa menoleh lagi. Melirik saja tak sempat. Padahal banyak yang ingin
dia Galih sepulang dari pendakian gunung gede. Tapi perasaan jengah mematikan keingintahuan
itu. Atau karena Bella-kah penyebabnya?
Bella?
Anet membayangkan wajah hebatnya yang teramat cantik itu. Hampir setahun Bella
mengharapkan ikatan kasih dari cowok itu. Tapi entah mengapa sepertinya Galih
hanya menginginkan sebuah persahabatan yang manis. Cuma itu. Lebih tidak.
Setelah
agak jauh Anet baru berani menoleh. Galih rupanya sedang mengobrol dengan
beberapa anak mesin. Dan kelihatannya asyik sekali. Apa cowok itu sedang
menceritakan pengalaman pendakiannya? Atau tentang cewek-cewek angkatan ’94
yang memang manis-manis itu? Yang sedang asyik ngegosip dengan gaya lincah,
sedap dipandang?
Pertama
Anet dengar nama Galih juga dari Bella. Galih itu sahabat Bella sejak kelas 1
SMA. Sejak dulu berambisi masuk Teknik UI. Makanya keduanya ngotot masuk Fisika
dan dua tahun berturut-turut mereka sekalas. Sampai akhirnya mereka ikut UMPTN
dan diterima di Teknik UI. Cuma lain jurusan. Bella lebih suka milih arsitektur
karena dari kecil dia suka gambar dan Galih milih mesin karena sejak SMP dia
suka bongkar pasang onderdil mobil.
“Net, gue punya problem nih. Lo
mau denger kagak?” tanya Bella setelah setahun mereka bersahabat. Anet
memandang wajah Bella yang cantik itu sambil mulutnya asyik mengunyah ayam
bakar yang enak itu. Mereka sedang makan siang di sebuah restoran di Jalan Margonda
Raya.
“Ada
apa, Bel, kok bingung banget?”
“Lo
kenal Galih, kan?”
“Gue
kayaknya suka banget nih ama dia. Gue baru sadarnya sih sejak gue kuliah. Tapi
gue bingung. Lo kan tau sendiri selama ini gue Cuma nganggap Galih sahabat,
tapi herannya gue kok sampai bisa naksir dia yah, Net?”
“Gue
rasa sih wajar aja kalo lo naksir dia. Bayangin aja sejak kelas 1 lo temenan
ditambah lagi dua tahun lo sekelas dan bersahabat, jadi gak heran kalo rasa
suka itu lama lama tumbuh. Lagian gue lihat galih itu anaknya oke. Terus keren
lagi. Kapan dong lo kenalin ke gue?”
“besok
mau kan? Galih ngajakin ke AH Menteng, lo ikut aja yah, Net? Sekalian gue
kenalin.”
“Tapi...”
“Pokoknya
nggak ada tapi tapian!” Bella tersenyum bandel.
Anet
betul-betul terpana berkenalan dengan galih. Anaknya enak untuk dijadiin teman.
Ngocol, tukang bercanda, ceritanya
banyak dan ramah. Tidak salah sih kalo bella naksir. Habis namanya galih
memang keren anaknya.
“Gimana,
Net?” bisik bella begitu Galih permisi ke toilet.
“Oke,
bel. Gak sia sia lo naksir dia.” Bella nyengir.
Selesai
makan Bella asyik belanja ini itu. Dari sepatu, baju sampai aksesoris. Bella
memang biang shopping tidak heran kalau waktu mereka habis tiga jam untuk
nemenin Bella belanja di perpustakaan toko daerah Menteng.
Yang
bikin Anet kagum ternyata Galih begitu sabar. Biar kelihatan capek tapi dengan
sabar. Biar kelihatan capek tapi dengan sabar Galih memberikan pendapatnya
tentang barang barang yang akan diberi Bella.
Bagi
Anet sore itu adalah sore terindah dalam hidupnya. Dapat berkenalan dengan
seorang cowok seperti Galih. Seperti dalam mimpi dia menemukan laki laki ideal
dalam diri galih.
“Ternyata
Galih cuma nganggap gue sahabat biasa aja, Net. Udah beberapa kali gue kirim
surat ngungkapin perasaan gue, tapi kata Galih dia gak bisa merubah
perasaannya. Duuuuh, Net, gue sakit. Sakit banget! Sampe udah beberapa minggu
ini gue menghindar dari galih. Gue udah terlanjur kecewa menurut lo gue salah
nggak sih?”
Anet
dia. Dilemparkan pandangannya ke taman kampus. Perasaannya kini sama dengan
Bella. Mengharapkan cinta Galih. Dan apakah cintanya akan sia-sia seperti
bella?
”Net,
lo kok jadi diam? Ngomong dong, Net.”
“Sorry,
Bel, gue lagi prihatin ama nasib lo. Menurut gue, yah udah lo lupain aja cinta
galih. Biar cinta lo ditolak, bukan berarti persahabatan lo juga putus. Lo
usahain deh hubungan lo baik lagi ama dia. Walaupun sulit, pelan pelan aja. Gue
yakin lo pasti bisa.”
“kayaknya
gabisa deh, Net. Susah!” bella geleng geleng kepala. Lalu dia terdiam lama.
Lamaaaa banget. Mungkin untuk mikirin semuanya.
“tapiii..
yaaaah, kenapa gak gue coba?” wajah Bella yang cantik sudah agak bersinar lagi.
Anet hanya tersenyu samar. Kembali sibuk memikirkan nasibnya.
Seperti
dalam mimpi Anet, tidak menyangka galih bakal datang ke rumahnya. Dengan hem
polos biru langit dan jeansnya galih kelihatan begitu keren dimata anet.
“Jalan
yuk, Net. Minggu siang ini gak ada acara kemana mana kan?”
“tapiii...” Anet bingung. Dia tidak menyangka sekali Galih bakal mengajaknya kencan. Mudah
mudahan ini cuma kencan biasa saja. Dia tidak ingin menghianati Bella.
“Bella
gak diajak?” tanya anet setelah siap.
“Gue
cuman mau berdua ama kamu ko. Keberatan?” Galih menatapnya dalam. Anet salah
tingkah. Dimainkannya tali tas mungilnya dengan wajah menunjuk. Tidak berani
membalas tatapan itu.
“Atau
ada yang akan marah ya, Net?” kalau tidak ada Bella, Anet bakal menggeleng kuat
kuat. Tapi bagai mana dengan Bella? Gadis itu masih dalam masa berkabung,
haruskah dia tambahkan dengan kebahagiaan miliknya yang datang secara tiba
tiba. Tidak terduga.
Anet
akhirnya menggeleng. Refleks tiba tiba saja Galih menangkat wajahnya dan
menatapnya dengan wajah berseri seri. Anet tidak tahu lagi apa yang harus dia
lakukan. Dia benar benar bingung mencari solusi dari problemnya.
Anet diam. Dilemparkan pandangannya
ke taman kampus. Perasaannya kini sama dengan Bella mengharapkan cinta galih.
Dan apakah cintanya akan sia sia seperti Bella?
“Kemarin sore lo ke mana sih? Kata pembantu lo, lo pergi ke
mana, Net?”
Anet
jadi salah tingkah. Dia pura pura sibuk dengan hitungan integralnya. Bella
mengambil bukunya. “Ayo, lo udah mulai
kencan yah? Dengan siapa, Net? Ceritain dong! Pasti dengan Albert, cowok kalem
yang imut imut itu. Boleh juga pilihan lo gue setuju.”
“Ngga,
gue pergi dengan teman SMA gue kok. Nonton,” Anet menunduk. Memeriksa
hitungannya.
“Pacar
lo waktu SMA?” kejar bella penasaran.
“Huss,
cewek kok. Namanya Inez. Kapan-kapan gue kenalin. Bel, nomor 5 gimana sih, gue
kagak dapet-dapet,” Anet berusaha mengalihkan pembicaraan kemudian bella asyik
nerangin.
Pikiran Anet melayang kemana mana. Dia sudah berbohong dengan Bella. Kemarin sore dia ngadate lagi dengan Galih. Nemenin Galih beli buku di Gramedia Matraman terus cari kado di Toys City PIM untuk ultah keponakan Galih
minggu depan. Sebelum pulang Galih ngajak makan di Wendy’s.
Sudah
hampir sebulan ini mereka jalan bareng. Dan baru mereka “jadi”. Bagi Anet malam
itu adalah malam terindah dalam hidupnya.
Galih mengajaknya ke sebuah cafe
kecil yang romantis. Dengan membawa
setangkai mawar merah yang masih basah kelopaknya, galih mengungkapkan perasaannya.
Saking bahagianya, Anet jadi lupa Bella. Yang diingatnya malam itu, tanpa ragu Anet langsung menerimanya.
Ketika
pulang kencan itulah Anet sadar dia telah menghianati Bella. Tapi Anet tidak
tahu apa yang mesti dia perbuat. Disatu pihak dia mencintai Galih. Tapi dipihak
lain dia tidak ingin menghianati Bella.
Ternyata
dia lebih berat menerima Galih menjadi pacarnya. Anet berharap suatu saat Bella
akan mengerti bahwa dia pun berat mengambil keputusan seperti ini.
“Lih
gue enggak bisa bohongin bella terus menerus. Kita harus terus terang tentang
hubungan kita. Walau gue enggak sanggup melakukannya tapi enggak ada jalan
lain,” kata Anet dengan wajah tak berdaya.
Galih menarik
nafas dalam dalam. Dia sendiri bingung. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia
lakukan lagi. Mengatakan terus terang tentang hubungannya dengan Anet tanpa
menyakiti Bella. Tapi bagaimana caranya?
“Lo
betul Net, kita emang harus jujur. Minggu depan kita ajak dia makan di Cinere Mall. Gimana, Net?”
“Oke..setuju!”
Bella
surprais banget waktu Anet dan Galih main ke rumahnya. Kebetulan dia tidak kemana mana. Siang ini penampilannya santai
banget dengan kaos oblong dan jeans pendek yang sobek sobek.
“Duduk
deh, ntar gue ambilin minum dulu yah?” Bella sudah melesat masuk kedalam. Anet
menatap wajah Galih sekilas. Bella kayaknya belum curiga mereka datang
kerumahnya siang ini.
“nih,
minum deh kebetulan nyokap buat black forest,” katanya ramah sambil nyodorin
piring piring kecil berisi potongan black forest.
Anet
memainkan piringnya tanpa selera untuk mencicipinya. Dia tidak tega melihat Bella. Galih lebih tenang. Dia mengunyah Black Forest pelan pelan sembari
menemani Bella ngobrol.
“Lo
kenapa Net, lagi diet?” ledek Bella ramah.
Anet
tersenyum gugup. Sanggupkah dia melihat mata Bella yang bagus itu akan berubah
redup?
“Bel,
kita makan siang di Cinere Mall yuk, gue yang traktir deh,” kata Galih
akhirnya.
“Wah
dalam acara apa nih?” tiba tiba saja Bella menatap kedua sahabatnya
curiga
“Nggak,..itu galih bilang udah lama kita gak jalan bareng lagi. Dia jemput gue duluan
supaya bikin lo suprais. Galih kan dapet proyek kecil kecilan ama temen-temen
fakultasnya. Makannya dia ngajak makan,” jawab anet cepat.
Galih
meliriknya bingung. Kok jadi begini ?
“Waah ,
selamat dong, Lih!” wajah Bella bersinar sinar lagi.
Anet
berusaha senyum untuk menutupi kegugupannya. Belum sempat saatnya dia berani
untuk terus terang ke Bella. Dia tidak tega. Dia tidak ingin bella terluka
lagi.
“Tunggu,
gue ganti baju dulu yah?” Bella masuk lagi. Anet memandang galih dengan tatapan
bersalah. “sorry Lih, gue gak bisa ngomong sekarang. Sulit! Gue enggak tega....”
“Udah Net, tenang aja,” hibur Galih seraya menepuk nepuk telapak tangan Anet yang
mendadak dingin.
“Oke,
gue udah siap,” Bella kembali lagi dengan dandanan sportif. Kemeja ala cowok,
jeans belel dan kets rambutnya yang berombak dibiarkan begitu saja. Tapi tetap
saja bella terlihat cantik dan menarik.
Hmmmm,
kenapa Galih tidak dapat membalas cinta Bella? Kenapa dia harus bersahabat
dengan Bella? Kenapa dia juga menyukai galih? Kenapa galih juga membalas
cintanya? Seribu kenapa memenuhi isi kepala anet ketika mobil Galih masuk ke
halaman parkir Cinere Mall.
“lo kok
bisa tau duluan kalo Galih dapat proyek?” tanya Bella begitu Bella dan Anet
sudah keluar duluan dari mobil.
“Dua
hari yang lalu gue ketemu ama Galih di kantin, waktu lo ke perpustakaan bareng Audi. Terus Galih bercerita soal proyeknya dan dia ngajak makan bareng,” untung Anet bisa berfikir cepat. Padahal waktu galih cerita dulu dirumah Anet, Galih
tidak ingin dibangga-banggain soal proyeknya. Tapi gimana lagi cari alasannya?
Untung bella langsung percaya.
“kenapa
lo enggak ngomong jujur, Net?” tanya Galih setelah dia mengantarkan Bella
pulang.
“Gue
enggak sanggup, Lih. Gue enggak mau kehilangan sahabat. Selama ini Bella
terlalu baik ama gue.”
“tapi
selamanya kita enggak bisa kayak gini, Net?” sanggah Galih dengan konsentrasi
penuh mengemudikan mobilnnya.
“Nanti aja deh kalo Bella udah bisa ngelupain perasaannya ama lo. Mungkin dia
bisa nerima.”
“Dan
selama ini kita harus pacaran bacstreet dibelakang dia?” Galih tersenyum pahit.
“Nggak
ada jalan lain lagi, Lih” jawab Anet pelan seraya menghembuskan nafasnya
perlahan.
“Kenapa
kesini, Lih?” tanya Anet luar biasa bingungnya ketika Galih ke kelasnya. “ada Bella di dalam.”
“Sorry,
abis gue harus nyampein pesan Nyokap. Nyokap nyuruh lo datang besok ke pesta
syukuran mas Adit lulus sarjana.. mao pake telepon, lo enggak punya telepon.
Ntar sore gue nggak bisa ke rumah lo, soalnya mau nginep dirumah Angga,
ngerjain tugas.”
“Aduuuuh,
tapi gue malu mao kerumah lo, kayaknya terlalu cepet deh. Baru aja jalan tiga
bulan...”
“Ssst,
Bella datang, Net.” Bisik Galih pelan.
“Eh,
lih kok kesini mao ngapain?” tanya Bella heran. Anet berusaha tenang dilihatnya Galih lebih tenang lagi. Dia melihat cowok itu terseyum manis ke Bella.
“ mao
ketemu lo. Mao bilangin lo dapat salam
dari Vera. Dia nanyain kapan kita reuni lagi?”
“Vera?”
Bella kelihatan surprais banget. “Lo ketemu dimana?”
“Di Empire.” Galih melirik Anet. Memang betul seminggu yang lalu mereka ketemu temen
smanya galih dan cewek itu nitip salam untuk Bella.
“Ntar
gue telepon dia deh.yuk Net, Pak Gabriel udah masuk tuh.”
“Lo
duluan deh, Bel. Gue mo ke kamar mandi dulu,” begitu Bella masuk kelas, Anet
langsung narik tangan Galih ke taman.
“Aduuuh,
kalo Bella ntar nelpon Vera gimana? Terus kalo Vera ngasih tau lo jalan ama
cewek gimana?”
“Ala, Vera kan gak kenal lo ini. Paling ntar Bella mikir gue lagi deket ama cewek.”
“kalo
dia curiga cewek itu gue gimana, Lih?”
“Yah,
udah nggak ada jalan lain. Sekarang saatnya jujur.”
“kalo
nanti Bella gak mao nganggap gue sebagai sahabat lag gimana?” tanya Anet cemas.
“itu
resiko, Net. Tapi gue pikir lama-lama Bella akan ngerti juga. Asal lo tetap
baik ama dia.”
“Mudah
mudahan,” bisik Anet sangsi.
“ Net,
pulangnya kita makan di mie berkat dulu, yuk,” ajak Bella seminggu kemudian. Selama ini Bella selalu menghindar. Anet merasa Bella sudah mulai curiga.
Di dalam mobil Bella, mereka kebanyakan diam. Hanya Anet yang rajin membuka percakapan, soal kuliah yang dijawab ala kadarnya oleh Bella. Anet
tahu sekaranglah saatnya untuk mengatakannya dengan jujur
“Sekarang Galih lagi akrab ama cewek,” Bella yang pertama kali ngomong. Suasana mereka
menjadi kaku banget. Anet mencoba
tenang. Diteguknya es jeruk untuk menenangkan diri.
“waktu
v\Vera main ke rumah gue, dia cerita kalo Galih lagi jalan ama cewek waktu ketemu Galih di Empire. Waktu gue tanya namanya siapa, vera bilang gak kenal. Tapi
begitu dia ngeliat foto lo di kamar gue, dia langsung nunjukin kalo cewek itu
adalah lo.”
Kemudian
mereka sama sama terdiam. Lamaa banget.
“Gue
nggak nyangka lo sejahat itu, Net. Gue kirain lo sahabat terbaik gue. Tapi
ternyata lo mencoba nyakitin hati gue dengan pacaran ama galih dibelakang gue.”
Suara Bella terdengar serak.
“waktu
gue dikenalin ama Galih, gue langsung suka ama dia. Abis dia memenuhi kriteria
cowok ideal gue. Tapi gue nggak berharap
apa apa karena lo juga suka ama dia. Tapi ternyata Galih Cuma bisa nganggap lo
sahabat yang baik.waktu itu gue merasa nasib gue nggak beda jauh ama lo. Tapi
ternyata anggapan gue salah. Dia ternyata juga suka ama gue. Kemudian kita
‘jadi’ itu pun bolak balik gue mikirin lo. Tapi mungkin karena rasa sukanya gue
ama galih, akhirnya gue milih dia jadi pacar gue.”
“Kalaupun
kita pacaran backstreet di belakang lo, itu Cuma gue gak mao nyakitin lo terang
terangan. Gue cuman milih waktu yang tepat untuk jujur ama lo dimana lo udah
bisa ngelupain perasaan lo ama galih.”
“Nggak
semudah itu, Net. Gue paling susah ngelupain orang yang gue sukai. Karena gue
sulit jatuh cinta. Selama ini gue belon bisa ngelupain dia.” Suara Bella
semakin serak.
“Bel,
maafin gue,” dengan sedih anet menatap wajah cantik Bella lama. “lo tetap mau
nganggap gue sahabat kan?”
Dengan
kasar Bella menghapus air mata yang tergenang di sudut matanya. Dia mencoba
tersenyum pahit.
“gue
gak tau net, udah dua kali gue ngerasain luka yang sama. Dan itu dilakukan oleh
sahabat sahabat gue. Rasanya lebih nyakitin.”
“sekali
lagi gue minta maaf, Bel. Gue harap suatu saat lo bisa ngerti. Dan lo bisa
nganggap gue sebagai sahabat lo lagi. Nggak tau kapan, tapi gue tetap mao
nunggu.” Anet berdiri dan berjalan keluar.
Matanya
telah basah kini. Anet memandang Jalan Raya Margonda dengan rasa hampa. Ada
yang menusuk nusuk dalam dadanya. Dan itu terasa menyakitkan. Tapi biar
bagaimanapun dia harus menerima keputusan bella dengan ikhlas. Mudah mudahan
nanti bella akan menerimanya kembali dan menjadi sahabat. Untuk itu Anet
mencoba berdoa dengan tulus.
*****
0 komentar:
Posting Komentar