Kamis, 18 September 2014

Irisan Tiga Hati




Anet melewati sosok jangkung itu dengan dada berdebar kencang. Tanpa menoleh lagi. Melirik saja tak sempat. Padahal banyak yang ingin dia Galih sepulang dari pendakian gunung gede. Tapi perasaan jengah mematikan keingintahuan itu. Atau karena Bella-kah penyebabnya?
                Bella? Anet membayangkan wajah hebatnya yang teramat cantik itu. Hampir setahun Bella mengharapkan ikatan kasih dari cowok itu. Tapi entah mengapa sepertinya Galih hanya menginginkan sebuah persahabatan yang manis. Cuma itu. Lebih tidak.
                Setelah agak jauh Anet baru berani menoleh. Galih rupanya sedang mengobrol dengan beberapa anak mesin. Dan kelihatannya asyik sekali. Apa cowok itu sedang menceritakan pengalaman pendakiannya? Atau tentang cewek-cewek angkatan ’94 yang memang manis-manis itu? Yang sedang asyik ngegosip dengan gaya lincah, sedap dipandang?
                Di halte Anet malah bengong.  Sudah dua bis kampus dia cuekin tanpa ada keinginan dia sedikit pun untuk pulang. Padahal tadi di jam terakhir dia ingin buru-buru pulang. Padahal tadi di jam terakhir dia ingin buru buru pulang. Lelah semalaman mengerjakan tugas gambar. Sedangkan Bella cuman masuk jam pertama dan kedua. Nyokapnya ngajak shopping ke Sogo. Daripada suntuk mendengarkan kuliah Pak Gabriel mendingan juga cuci mata. Kata Bella, lumayan suka dapat sepatu atau baju.
                Pertama Anet dengar nama Galih juga dari Bella. Galih itu sahabat Bella sejak kelas 1 SMA. Sejak dulu berambisi masuk Teknik UI. Makanya keduanya ngotot masuk Fisika dan dua tahun berturut-turut mereka sekalas. Sampai akhirnya mereka ikut UMPTN dan diterima di Teknik UI. Cuma lain jurusan. Bella lebih suka milih arsitektur karena dari kecil dia suka gambar dan Galih milih mesin karena sejak SMP dia suka bongkar pasang onderdil mobil.
“Net, gue punya problem nih. Lo mau denger kagak?” tanya Bella setelah setahun mereka bersahabat. Anet memandang wajah Bella yang cantik itu sambil mulutnya asyik mengunyah ayam bakar yang enak itu. Mereka sedang makan siang di sebuah restoran di Jalan Margonda Raya.
                “Ada apa, Bel, kok bingung banget?”
                “Lo kenal Galih, kan?”
                “Gue kayaknya suka banget nih ama dia. Gue baru sadarnya sih sejak gue kuliah. Tapi gue bingung. Lo kan tau sendiri selama ini gue Cuma nganggap Galih sahabat, tapi herannya gue kok sampai bisa naksir dia yah, Net?”
                “Gue rasa sih wajar aja kalo lo naksir dia. Bayangin aja sejak kelas 1 lo temenan ditambah lagi dua tahun lo sekelas dan bersahabat, jadi gak heran kalo rasa suka itu lama lama tumbuh. Lagian gue lihat galih itu anaknya oke. Terus keren lagi. Kapan dong lo kenalin ke gue?”
                “besok mau kan? Galih ngajakin ke AH Menteng, lo ikut aja yah, Net? Sekalian gue kenalin.”
                “Tapi...”
                “Pokoknya nggak ada tapi tapian!” Bella tersenyum bandel.
                Anet betul-betul terpana berkenalan dengan galih. Anaknya enak untuk dijadiin teman. Ngocol, tukang bercanda, ceritanya  banyak dan ramah. Tidak salah sih kalo bella naksir. Habis namanya galih memang keren anaknya.
                “Gimana, Net?” bisik bella begitu Galih permisi ke toilet.
                “Oke, bel. Gak sia sia lo naksir dia.” Bella nyengir.
                Selesai makan Bella asyik belanja ini itu. Dari sepatu, baju sampai aksesoris. Bella memang biang shopping tidak heran kalau waktu mereka habis tiga jam untuk nemenin Bella belanja di perpustakaan toko daerah Menteng.
                Yang bikin Anet kagum ternyata Galih begitu sabar. Biar kelihatan capek tapi dengan sabar. Biar kelihatan capek tapi dengan sabar Galih memberikan pendapatnya tentang barang barang yang akan diberi Bella.
                Bagi Anet sore itu adalah sore terindah dalam hidupnya. Dapat berkenalan dengan seorang cowok seperti Galih. Seperti dalam mimpi dia menemukan laki laki ideal dalam diri galih.

                “Ternyata Galih cuma nganggap gue sahabat biasa aja, Net. Udah beberapa kali gue kirim surat ngungkapin perasaan gue, tapi kata Galih dia gak bisa merubah perasaannya. Duuuuh, Net, gue sakit. Sakit banget! Sampe udah beberapa minggu ini gue menghindar dari galih. Gue udah terlanjur kecewa menurut lo gue salah nggak sih?”
                Anet dia. Dilemparkan pandangannya ke taman kampus. Perasaannya kini sama dengan Bella. Mengharapkan cinta Galih. Dan apakah cintanya akan sia-sia seperti bella?
                ”Net, lo kok jadi diam? Ngomong dong, Net.”
                “Sorry, Bel, gue lagi prihatin ama nasib lo. Menurut gue, yah udah lo lupain aja cinta galih. Biar cinta lo ditolak, bukan berarti persahabatan lo juga putus. Lo usahain deh hubungan lo baik lagi ama dia. Walaupun sulit, pelan pelan aja. Gue yakin lo pasti bisa.”
                “kayaknya gabisa deh, Net. Susah!” bella geleng geleng kepala. Lalu dia terdiam lama. Lamaaaa banget. Mungkin untuk mikirin semuanya.
                “tapiii.. yaaaah, kenapa gak gue coba?” wajah Bella yang cantik sudah agak bersinar lagi. Anet hanya tersenyu samar. Kembali sibuk memikirkan nasibnya.
                Seperti dalam mimpi Anet, tidak menyangka galih bakal datang ke rumahnya. Dengan hem polos biru langit dan jeansnya galih kelihatan begitu keren dimata anet.
                “Jalan yuk, Net. Minggu siang ini gak ada acara kemana mana kan?”
                “tapiii...” Anet bingung. Dia tidak menyangka sekali Galih bakal mengajaknya kencan. Mudah mudahan ini cuma kencan biasa saja. Dia tidak ingin menghianati Bella.
                “Bella gak diajak?” tanya anet setelah siap.
                “Gue cuman mau berdua ama kamu ko. Keberatan?” Galih menatapnya dalam. Anet salah tingkah. Dimainkannya tali tas mungilnya dengan wajah menunjuk. Tidak berani membalas tatapan itu.
                “Atau ada yang akan marah ya, Net?” kalau tidak ada Bella, Anet bakal menggeleng kuat kuat. Tapi bagai mana dengan Bella? Gadis itu masih dalam masa berkabung, haruskah dia tambahkan dengan kebahagiaan miliknya yang datang secara tiba tiba. Tidak terduga.
                Anet akhirnya menggeleng. Refleks tiba tiba saja Galih menangkat wajahnya dan menatapnya dengan wajah berseri seri. Anet tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan. Dia benar benar bingung mencari solusi dari problemnya.
Anet diam. Dilemparkan pandangannya ke taman kampus. Perasaannya kini sama dengan Bella mengharapkan cinta galih. Dan apakah cintanya akan sia sia seperti Bella?
“Kemarin sore lo ke mana sih? Kata pembantu lo, lo pergi ke mana, Net?”
                Anet jadi salah tingkah. Dia pura pura sibuk dengan hitungan integralnya. Bella mengambil bukunya.  “Ayo, lo udah mulai kencan yah? Dengan siapa, Net? Ceritain dong! Pasti dengan Albert, cowok kalem yang imut imut itu. Boleh juga pilihan lo gue setuju.”
                “Ngga, gue pergi dengan teman SMA gue kok. Nonton,” Anet menunduk. Memeriksa hitungannya.
                “Pacar lo waktu SMA?” kejar bella penasaran.
                “Huss, cewek kok. Namanya Inez. Kapan-kapan gue kenalin. Bel, nomor 5 gimana sih, gue kagak dapet-dapet,” Anet berusaha mengalihkan pembicaraan kemudian bella asyik nerangin.
                Pikiran Anet melayang kemana mana. Dia sudah berbohong dengan Bella.  Kemarin sore dia ngadate lagi dengan Galih.  Nemenin Galih beli buku di Gramedia Matraman terus cari kado di Toys City PIM untuk ultah keponakan Galih minggu depan. Sebelum pulang Galih ngajak makan di Wendy’s.
                Sudah hampir sebulan ini mereka jalan bareng. Dan baru mereka “jadi”. Bagi Anet malam itu adalah malam terindah dalam hidupnya.
Galih mengajaknya ke sebuah cafe kecil  yang romantis. Dengan membawa setangkai mawar merah yang masih basah kelopaknya, galih mengungkapkan perasaannya. Saking bahagianya, Anet jadi lupa Bella. Yang diingatnya malam itu, tanpa ragu Anet langsung menerimanya.
                Ketika pulang kencan itulah Anet sadar dia telah menghianati Bella. Tapi Anet tidak tahu apa yang mesti dia perbuat. Disatu pihak dia mencintai Galih. Tapi dipihak lain dia tidak ingin menghianati Bella.
                Ternyata dia lebih berat menerima Galih menjadi pacarnya. Anet berharap suatu saat Bella akan mengerti bahwa dia pun berat mengambil keputusan seperti ini.
                “Lih gue enggak bisa bohongin bella terus menerus. Kita harus terus terang tentang hubungan kita. Walau gue enggak sanggup melakukannya tapi enggak ada jalan lain,” kata Anet dengan wajah tak berdaya.
                Galih menarik nafas dalam dalam. Dia sendiri bingung. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan lagi. Mengatakan terus terang tentang hubungannya dengan Anet tanpa menyakiti Bella. Tapi bagaimana caranya?
                “Lo betul Net, kita emang harus jujur. Minggu depan kita ajak dia makan di Cinere Mall. Gimana, Net?”
                “Oke..setuju!”
                Bella surprais banget waktu Anet dan Galih main ke rumahnya. Kebetulan dia tidak  kemana mana. Siang ini penampilannya santai banget dengan kaos oblong dan jeans pendek yang sobek sobek.
                “Duduk deh, ntar gue ambilin minum dulu yah?” Bella sudah melesat masuk kedalam. Anet menatap wajah Galih sekilas. Bella kayaknya belum curiga mereka datang kerumahnya siang ini.
                “nih, minum deh kebetulan nyokap buat black forest,” katanya ramah sambil nyodorin piring piring kecil berisi potongan black forest.
                Anet memainkan piringnya tanpa selera untuk mencicipinya. Dia tidak tega melihat Bella. Galih lebih tenang. Dia mengunyah Black Forest pelan pelan sembari menemani Bella ngobrol.
                “Lo kenapa Net, lagi diet?” ledek Bella ramah.
                Anet tersenyum gugup. Sanggupkah dia melihat mata Bella yang bagus itu akan berubah redup?
                “Bel, kita makan siang di Cinere Mall yuk, gue yang traktir deh,” kata Galih akhirnya.
                “Wah dalam acara apa nih?” tiba tiba saja Bella menatap kedua sahabatnya curiga
                “Nggak,..itu galih bilang udah lama kita gak jalan bareng lagi. Dia jemput gue duluan supaya bikin lo suprais. Galih kan dapet proyek kecil kecilan ama temen-temen fakultasnya. Makannya dia ngajak makan,” jawab anet cepat.
                Galih meliriknya bingung. Kok jadi begini ?
                “Waah , selamat dong, Lih!” wajah Bella bersinar sinar lagi.
                Anet berusaha senyum untuk menutupi kegugupannya. Belum sempat saatnya dia berani untuk terus terang ke Bella. Dia tidak tega. Dia tidak ingin bella terluka lagi.
                “Tunggu, gue ganti baju dulu yah?” Bella masuk lagi. Anet memandang galih dengan tatapan bersalah. “sorry Lih, gue gak bisa ngomong sekarang. Sulit! Gue enggak tega....”
                “Udah Net, tenang aja,” hibur Galih seraya menepuk nepuk telapak tangan Anet yang mendadak dingin.
                “Oke, gue udah siap,” Bella kembali lagi dengan dandanan sportif. Kemeja ala cowok, jeans belel dan kets rambutnya yang berombak dibiarkan begitu saja. Tapi tetap saja bella terlihat cantik dan menarik.
                Hmmmm, kenapa Galih tidak dapat membalas cinta Bella? Kenapa dia harus bersahabat dengan Bella? Kenapa dia juga menyukai galih? Kenapa galih juga membalas cintanya? Seribu kenapa memenuhi isi kepala anet ketika mobil Galih masuk ke halaman parkir Cinere Mall.
                “lo kok bisa tau duluan kalo Galih dapat proyek?” tanya Bella begitu Bella dan Anet sudah keluar duluan dari mobil.
                “Dua hari yang lalu gue ketemu ama Galih di kantin, waktu lo ke perpustakaan bareng Audi. Terus Galih bercerita soal proyeknya dan dia ngajak makan bareng,” untung Anet bisa berfikir cepat. Padahal waktu galih cerita dulu dirumah Anet, Galih tidak ingin dibangga-banggain soal proyeknya. Tapi gimana lagi cari alasannya? Untung bella langsung percaya.
                “kenapa lo enggak ngomong jujur, Net?” tanya Galih setelah dia mengantarkan Bella pulang.
                “Gue enggak sanggup, Lih. Gue enggak mau kehilangan sahabat. Selama ini Bella terlalu baik ama gue.”
                “tapi selamanya kita enggak bisa kayak gini, Net?” sanggah Galih dengan konsentrasi penuh mengemudikan mobilnnya.
                “Nanti aja deh kalo Bella udah bisa ngelupain perasaannya ama lo. Mungkin dia bisa nerima.”
                “Dan selama ini kita harus pacaran bacstreet dibelakang dia?” Galih tersenyum pahit.
                “Nggak ada jalan lain lagi, Lih” jawab Anet pelan seraya menghembuskan nafasnya perlahan.
               
                “Kenapa kesini, Lih?” tanya Anet luar biasa bingungnya ketika Galih ke kelasnya. “ada Bella di dalam.”
                “Sorry, abis gue harus nyampein pesan Nyokap. Nyokap nyuruh lo datang besok ke pesta syukuran mas Adit lulus sarjana.. mao pake telepon, lo enggak punya telepon. Ntar sore gue nggak bisa ke rumah lo, soalnya mau nginep dirumah Angga, ngerjain tugas.”
                “Aduuuuh, tapi gue malu mao kerumah lo, kayaknya terlalu cepet deh. Baru aja jalan tiga bulan...”
                “Ssst, Bella datang, Net.” Bisik Galih pelan.
                “Eh, lih kok kesini mao ngapain?” tanya Bella heran. Anet berusaha tenang dilihatnya Galih lebih tenang lagi. Dia melihat cowok itu terseyum manis ke Bella.
                “ mao ketemu lo.  Mao bilangin lo dapat salam dari Vera. Dia nanyain kapan kita reuni lagi?”
                “Vera?” Bella kelihatan surprais banget. “Lo ketemu dimana?”
                “Di Empire.” Galih melirik Anet. Memang betul seminggu yang lalu mereka ketemu temen smanya galih dan cewek itu nitip salam untuk Bella.
                “Ntar gue telepon dia deh.yuk Net, Pak Gabriel udah masuk tuh.”
                “Lo duluan deh, Bel. Gue mo ke kamar mandi dulu,” begitu Bella masuk kelas, Anet langsung narik tangan Galih ke taman.
                “Aduuuh, kalo Bella ntar nelpon Vera gimana? Terus kalo Vera ngasih tau lo jalan ama cewek gimana?”
                “Ala, Vera kan gak kenal lo ini. Paling ntar Bella mikir gue lagi deket ama cewek.”
                “kalo dia curiga cewek itu gue gimana, Lih?”
                “Yah, udah nggak ada jalan lain. Sekarang saatnya jujur.”
                “kalo nanti Bella gak mao nganggap gue sebagai sahabat lag gimana?” tanya Anet cemas.
                “itu resiko, Net. Tapi gue pikir lama-lama Bella akan ngerti juga. Asal lo tetap baik ama dia.”
                “Mudah mudahan,” bisik Anet sangsi.
                “ Net, pulangnya kita makan di mie berkat dulu, yuk,” ajak Bella seminggu kemudian. Selama ini Bella selalu menghindar. Anet merasa Bella sudah mulai curiga.
Di dalam mobil Bella, mereka kebanyakan diam. Hanya Anet yang rajin membuka percakapan, soal kuliah yang dijawab ala kadarnya oleh Bella. Anet tahu sekaranglah saatnya untuk mengatakannya dengan jujur
                “Sekarang Galih lagi akrab ama cewek,” Bella yang pertama kali ngomong. Suasana mereka menjadi kaku banget. Anet  mencoba tenang. Diteguknya es jeruk untuk menenangkan diri.
                “waktu v\Vera main ke rumah gue, dia cerita kalo Galih lagi jalan ama cewek waktu ketemu Galih di Empire. Waktu gue tanya namanya siapa, vera bilang gak kenal. Tapi begitu dia ngeliat foto lo di kamar gue, dia langsung nunjukin kalo cewek itu adalah lo.”
                Kemudian mereka sama sama terdiam. Lamaa banget.
                “Gue nggak nyangka lo sejahat itu, Net. Gue kirain lo sahabat terbaik gue. Tapi ternyata lo mencoba nyakitin hati gue dengan pacaran ama galih dibelakang gue.” Suara Bella terdengar serak.
                “waktu gue dikenalin ama Galih, gue langsung suka ama dia. Abis dia memenuhi kriteria cowok ideal gue. Tapi gue nggak  berharap apa apa karena lo juga suka ama dia. Tapi ternyata Galih Cuma bisa nganggap lo sahabat yang baik.waktu itu gue merasa nasib gue nggak beda jauh ama lo. Tapi ternyata anggapan gue salah. Dia ternyata juga suka ama gue. Kemudian kita ‘jadi’ itu pun bolak balik gue mikirin lo. Tapi mungkin karena rasa sukanya gue ama galih, akhirnya gue milih dia jadi pacar gue.”
                “Kalaupun kita pacaran backstreet di belakang lo, itu Cuma gue gak mao nyakitin lo terang terangan. Gue cuman milih waktu yang tepat untuk jujur ama lo dimana lo udah bisa ngelupain perasaan lo ama galih.”
                “Nggak semudah itu, Net. Gue paling susah ngelupain orang yang gue sukai. Karena gue sulit jatuh cinta. Selama ini gue belon bisa ngelupain dia.” Suara Bella semakin serak.
                “Bel, maafin gue,” dengan sedih anet menatap wajah cantik Bella lama. “lo tetap mau nganggap gue sahabat kan?”
                Dengan kasar Bella menghapus air mata yang tergenang di sudut matanya. Dia mencoba tersenyum pahit.
                “gue gak tau net, udah dua kali gue ngerasain luka yang sama. Dan itu dilakukan oleh sahabat sahabat gue. Rasanya lebih nyakitin.”
                “sekali lagi gue minta maaf, Bel. Gue harap suatu saat lo bisa ngerti. Dan lo bisa nganggap gue sebagai sahabat lo lagi. Nggak tau kapan, tapi gue tetap mao nunggu.” Anet berdiri dan berjalan keluar.

                Matanya telah basah kini. Anet memandang Jalan Raya Margonda dengan rasa hampa. Ada yang menusuk nusuk dalam dadanya. Dan itu terasa menyakitkan. Tapi biar bagaimanapun dia harus menerima keputusan bella dengan ikhlas. Mudah mudahan nanti bella akan menerimanya kembali dan menjadi sahabat. Untuk itu Anet mencoba berdoa dengan tulus.
*****

0 komentar:

Posting Komentar